Ny Dede (43) tertegun menatap tumpukan sampah di dekat warung makannya, yang terletak di belakang lahan pembuangan sampah Pasar Ciputat di Jalan Aria Putra. Selain penuh lalat dan belatung, sampah yang menumpuk menimbulkan bau busuk. Sudah dua pekan terakhir ini, sampah dibiarkan menumpuk. Tak sedikit calon pembeli yang batal mampir ke warungnya lantaran sudah merasa mual sebelum masuk ke warung itu.
Selain Ny Dede, sejumlah pedagang sayuran segar, seperti Ny Sup (34), Ny Sunarti (33), dan Ny Marti (42), bahkan para tukang ojek, di pasar itu kehilangan pelanggan. Namun, mereka tak punya pilihan. ”Mau pindah, enggak mungkin. Ini tempat mata pencaharian kami setelah lokasi dulu di Pasar Ciputat Lama terbakar,” kata Ny Dede.
Ny Sup, yang sudah lima tahun berjualan sayuran segar di lokasi sama, menyatakan hal senada. Ada enam pedagang sayuran segar, termasuk Ny Sup, menempati kios yang terletak persis di belakang LPS dan hanya dibatasi tembok setinggi 50 sentimeter.
”Kalau tak bertahan di sini, kami mau ke mana lagi. Cuma ini tempat kami berusaha untuk menghidupi anak,” kata Ny Sup.
Setiap hari omzet pedagang usaha kecil itu antara Rp 150.000 dan Rp 300.000. Belakangan ini, sejak sampah menumpuk, omzet mereka menurun 30-50 persen.
Menurut Ny Dede, dalam kondisi normal, dirinya laku 25 porsi makanan setiap hari. Namun, sejak ada masalah sampah kini hanya laku 10-15 porsi per hari. Ny Sup mengaku, omzet penjualan yang biasanya Rp 200.000 per hari saat ini turun menjadi Rp 50.000 per hari. Begitu juga omzet Sunarti yang turun dari Rp 300.000 menjadi Rp 150.000 per hari.
Para tukang ojek juga bernasib sama. ”Sejak sampah dibiarkan menumpuk di sini, warga malas naik ojek dari sini. Mereka pindah ke pangkalan lain karena tidak kuat mencium bau sampah. Bahkan, pernah dua hari saya tidak narik ojek karena jalanan penuh sampah,” ucap Maman, tukang ojek. Sampah di LPS Pasar Ciputat ini tidak hanya berasal dari pedagang pasar, tetapi juga sampah warga Ciputat dan sejumlah pasar di sekitar kawasan itu.
Menurut para pedagang dan tukang ojek, sampah di pasar memang sering menumpuk. Tetapi, penumpukannya tidak pernah berminggu-minggu. Begitu juga dengan volume sampah yang tidak pernah sebanyak saat ini. Bahkan, pada saat Lebaran pun sampah tidak pernah menumpuk separah ini.
”Setiap hari sampah pasti menumpuk di sini, tetapi langsung diangkut truk. Sehari bisa empat kali truk datang mengangkut sampah,” papar Ny Sunarti. Namun, sejak awal tahun ini, sampah terus menumpuk. ”Padahal, setiap hari kami tetap membayar retribusi sampah pasar,” keluhnya.
Pedagang, tukang ojek, dan warga Tangsel rasanya tak mau tahu penyebab kekisruhan sampah, termasuk akibat pemekaran wilayah Kabupaten Tangerang menjadi Kota Tangsel. Bagi mereka sebagai warga selama memenuhi kewajiban membayar retribusi sampah, mereka berhak terbebas dari urusan sampah. ”Janganlah kami jadi korban,” ucap Sunarti dan teman-temannya. (pin)
Post Date : 18 Januari 2010
|