|
Baharuddin (30), warga Kelurahan Sungai Selincah, Kecamatan Kalidoni, melangkah menuju ke empang di samping rumahnya, Kamis (27/6). Di pekarangan itu terdapat sebuah empang dengan air yang berwarna keruh kecoklatan. Dengan sigap, pemuda itu menimba air dengan sebuah ember. "Air ini untuk keperluan mandi dan mencuci. Air bersih sulit didapat, sehingga harus dihemat hanya untuk minum dan masak," kata Baharuddin. Sudah puluhan tahun lamanya keluarga itu mengandalkan air sumur untuk keperluan mandi dan mencuci. Repotnya, saat musim kemarau, air sumur itu mengering. Baharuddin dan keluarganya terpaksa bergiliran mengambil air dari sungai yang warnanya lebih keruh lagi. Sementara itu, keperluan minum dan memasak dipenuhi dengan membeli air bersih dari tangki air milik swasta. Penyebabnya, wilayah itu belum mendapat instalasi bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Harga satu jeriken air (isi 20 liter) dari tangki dijual seharga Rp 1.300 sampai Rp 1.500 per liter. Satu jeriken air itu habis terpakai dalam satu hari. Meski demikian, pasokan air bersih itu kerap tersendat saat musim kemarau tiba. Banyaknya pemesanan menyebabkan warga harus mengantre selama beberapa hari agar mendapatkan air. Beberapa warga menuturkan, jaringan PDAM sebenarnya pernah masuk ke wilayah tersebut pada era 1980-an. Namun, pasokan air terhenti pada tahun 1997. Tati (36), warga Sungai Selincah, mengatakan, keluarganya pernah berlangganan air bersih dari PDAM, tetapi akhirnya dihentikan karena air tidak lagi mengalir. Seperti warga lainnya, Tati berharap jaringan PDAM kembali masuk ke wilayah itu dan dikelola secara serius, sehingga meringankan beban warga. "Saya harap pelayanan air bersih PDAM jangan sampai macet lagi. Kami sudah lelah pontang-panting mencari air bersih," kata Tati. (bm lukita grahadyarini) Post Date : 27 Juli 2007 |