JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap harinya warga Jakarta menyumbangakan 6.000 ton sampah. Dengan jumlah sebanyak itu, tentu saja banyak masalah yang dapat ditimbulkan. Meski begitu, sebaiknya sampah jangan dimusuhi. Jadikanlah sahabat. Demikian yang dikatakan Tresnowati Gito, ketua Masyarakat Peduli Sampah, di Jakarta, Rabu ( 24/6 ).
Untuk menciptakan perasaan tersebut, yang harus dilakukan adalah menumbuhkan rasa kepedulian dan memiliki terhadap Jakarta. "Selama ini banyak masyarakat yang merasa hanya numpang tinggal di Jakarta, kalau rasa memiliki itu sudah ada mereka dengan sendirinya membuang sampah pada tempatnya," ujar Tresnowati.
Ia menyadari untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tidaklah mudah, terlebih lagi pada kalangan kelas atas. "Kalau masyarakat menengah bawah lebih mudah, ketika mereka diberikan pengetahuan tentang manfaat mendaur ulang sampah mereka pasti langsung antusias. Kalau kelas atas lebih sulit karena mereka tidak mengetahui history dari sampah," ujar dia.
Namun, impian menumbuhkan kesadaran masyarakat bukanlah hal yang mustahil beberapa tahun yang lalu David Coorperider, juga memimpikan Chicago bersih dari sampah. Dan setelah kesabaran bertahun-tahun impian tersebut terwujud. "Butuh bantuan dari berbagai pihak, pemerintah, NGO dan media juga harus membantu," ujarnya.
Peran keluarga juga tidak kalah pentingnya, orang tua seharusnya mengajarkan dan menyontohkan membuang sampah pada tempatnya. "Semua tingkah laku anak berasal dari keluarga, kalau dari kecil sudah ditanamkan pentingnya membuat sampah pada tempatnya," papar dia.
Sementara itu, Sri Bebassari, anggota Masyarakat peduli sampah pada tempat yang sama menambahkan tempat sampah harus dalam keadaan bersih. "Cuci tempat sampah seperti mencuci piring, sediakan dua tempat sampah untuk sampah kering dan sampah basah. Pilih juga tempat sampah yang menarik" kata dia.
Di negara maju, lanjut dia, sampah telah dikelola dengan baik karena negara tersebut telah memilki UU tentang pengelolaan sampah dalam waktu yang lama. "UU pengelolaan sampah di Jepang telah mencapai umur 30 tahun, sekarang sudah banyak turunannya. Di Indonesia UU tersebut baru satu tahun dan belum tersosialisasi dengan baik," papar dia.
Namun kita jangan berkecil hati, kata dia, karena dengan adanya UU no. 18 tahun 2008 tersebut, masalah pengelolaan sampah sedilit demi sedikit akan teratasi. "Sekarang Bantar Gebang bukan hanya tempat pembuangan sampah, tapi telah menjadi tempat pengelolaan sampah. Yang terpenting adalah, jadikan sampahku tanggung jawabku," pungkasnya. RDI
Post Date : 24 Juni 2009
|