Jangan Abaikan Krisis Air

Sumber:Koran Tempo - 14 September 2011
Kategori:Air Minum

Kita tak boleh menyalahkan kemarau panjang sebagai penyebab munculnya krisis air bersih. Yang justru memberi andil besar dalam krisis ini adalah tidak adanya perencanaan, dan antisipasi yang lemah. Pemerintah juga seakan lupa bahwa kebutuhan air bersih merupakan hak setiap warga negara yang harus dipenuhi.

Di mana-mana rakyat mulai sulit mendapatkan air bersih, setelah banyak mata air mengering dan air di sejumlah waduk menyusut. Waduk-waduk di Jawa Barat, misalnya, rata-rata kini hanya tersisa 30 persen dari debit air yang semestinya. Bahkan, dari 16 waduk di Jawa, enam di antaranya sudah dalam kondisi kritis. Sepuluh yang lain akan bernasib sama jika hingga Oktober tak turun hujan. Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika meramalkan hujan tak akan turun hingga akhir tahun.

Di wilayah luar Jawa kondisinya lebih mengenaskan. Tak sedikit penduduk yang perlu berjalan sekitar 5 kilometer hanya untuk mendapatkan seember air bersih. Bahkan sebagian warga Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, harus memotong pohon pisang atau ara, lalu mengambil air dari batangnya untuk diminum.

Kondisi itu sungguh ironis lantaran Indonesia termasuk negara dengan persediaan air yang melimpah. Negara ini memiliki 6 persen dari seluruh stok air di dunia, atau 21 persen dari seluruh air di kawasan Asia-Pasifik. Kurang mampunya pemerintah pusat dan daerah mengelola air membuat rakyat selalu kesulitan memenuhi kebutuhan yang sangat vital ini saat musim kemarau.

Seharusnya para penyelenggara negara ini menyadari pemenuhan kebutuhan air bagi rakyat merupakan kewajiban. Jaminan atas hak dasar ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam pasal 5 undang-undang ini jelas dinyatakan negara menjamin hak setiap orang mendapatkan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari demi hidup yang sehat. Indonesia bahkan telah meratifikasi kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menyatakan akses terhadap air bersih merupakan hak asasi manusia.

Pemerintah memang sudah mempersiapkan dana Rp 1,7 triliun untuk pemompaan air dari mata air atau sungai. Tapi program seperti ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk di Tanah Air. Untuk daerah-daerah tertentu yang sungainya sudah kering, tak mungkin pula program itu dilaksanakan.

Kesalahan terbesar tentu saja tidak adanya perencanaan jangka panjang untuk mengelola persediaan air di negeri ini. Ketika musim hujan, banjir terjadi di mana-mana. Tapi giliran musim kemarau, kekeringan pun menyiksa penduduk di banyak daerah.

Pembuatan banyak waduk dan pemeliharaan hutan, terutama hutan lindung, merupakan solusi jangka panjang mencegah krisis air bersih. Namun kita ragu akan keseriusan pemerintah pusat dan daerah mewujudkan proyek seperti ini. Jangankan membuat waduk baru, merawat sungai dan waduk yang sudah ada pun sering kali dilupakan. Buktinya, banyak waduk atau danau yang dibiarkan dangkal, airnya pun cepat mengering.



Post Date : 14 September 2011