|
JAKARTA, KOMPAS.com - Tinggal di kawasan padat penduduk, aspek kesehatan masyarakat kerap dipertaruhkan. Jangankan memikirkan rumah yang sehat, jarak antara jamban dan pusat air bersih pun tidak terpikirkan. Jelas, kondisi ini berpengaruh buruk pada kesehatan dan berpotensi timbulkan penyakit seperti diare. Menurut Dirjen Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Wilfried H.Purba, sanitasi di Jakarta lebih difokuskan pada ketersediaan jamban dan penyediaan air bersih. Dua hal ini sangat berkaitan dengan potensi timbulnya penyakit di musim panas, seperti diare, demam berdarah, tipes dan infeksi saluran pernafasan. Penyakit-penyakit ini dapat menyebar karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sanitasi. Misalnya saja, kata Wilfried, ada orang yang memiliki rumah mewah tapi untuk BAB harus disungai. Ketika air sungai mengering pada musim panas, kuman dan bakteri pada tinja berpotensi menyebarkan penyakit. "Solusinya agar masyarakat tidak BAB di sungai dengan membangun jamban komunal. Misalnya untuk 10 keluarga jambannya di satu tempat begitu seterusnya," ujarnya. Namun, diakui olehnya, jamban komunal ini pada prakteknya tidaklah mudah. Masyarakat harus memiliki komitmen kuat untuk terus menjaga keberlangsungan jamban dalam jangka waktu panjang. "Siapa yang mau tempatnya dijadikan jamban komunal, lalu bagaimana pengelolaannya, juga jalur septictanknya dimana, iuran perawatannya seperti apa. Belum lagi ada warga yang suka kebersihan tapi ada juga yang cuek, jamban komunal memang sangat kompleks," ujarnya. Solusi kedua, menurut Wilfried ialah dengan memanfaatkan limbah faeces yang dikumpulkan di satu tempat lalu diolah menjadi biogas. "Tapi memang kalau ini biayanya sangat mahal, sementara pemerintah terbatas anggarannya," ujarnya. Post Date : 08 September 2012 |