|
ARGOMULYO- Jalan di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Ngronggo, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Salatiga, sudah tidak terlihat dan tidak optimal lagi. Akibatnya, angkutan sampah yang masuk ke TPA sering terhambat, terutama pada musim hujan. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Drs Ady Suprapto MSi melalui Kabid Kebersihan Tedjo Supriyanto MM, Senin (5/3) siang, saat mendampingi kunjungan anggota DPRD Sri Yuliani dan rombongan wartawan di TPA. ''Kalau hujan jalan menjadi becek, sehingga menghambat akses truk angkutan sampah,'' kata Tedjo. Selain membutuhkan pembangunan jalan, pihaknya berharap agar di pinggir jalan juga dibangun sistem drainase, sehingga jalan bisa terhindar dari genangan air. Jalan yang lebih bagus diharapkan pula dapat membantu akses kendaraan pemasok barang bekas, seperti plastik dan kertas yang telah dikumpulkan pemulung di TPA Ngronggo. Tedjo menjelaskan, sebenarnya DPLH telah mengajukan dana sebesar Rp 1,3 miliar dengan perincian, untuk pembangunan jalan dan drainase sebesar Rp 1 miliar dan sisanya untuk pembangunan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) TPA sebesar Rp 300 juta. ''Namun, usulan anggaran dalam APBD 2007 tidak disetujui,'' terangnya. Dipisah Dalam sehari TPA Ngronggo menerima 380 meter kubik hingga 390 meter kubik atau sekitar 95 ton sampah. Sistem yang digunakan dalam mengelola sampah adalah control landfill, yakni sampah yang telah dipadatkan diuruk kembali. Sampah juga telah dipisahkan. Sampah anorganik dipilah oleh pemulung untuk dijual kembali, sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos. Anggota Komisi III (pembangunan) Sri Yuliani mengatakan, berdasarkan pantauan langsung, dia melihat perlu sejumlah fasilitas yang bisa dilengkapi agar pengelolaan TPA lebih optimal. Untuk jalan dan drainase pihaknya mengusulkan menggunakan dana tambahan uang makan PNS yang dibatalkan. Selain itu, Sri Yuliani juga mengusulkan agar dibangun barak-barak sederhana tapi layak untuk sekitar 60 pemulung yang selama ini ikut membantu mengolah sampah. Sekarang ini para pemulung tinggal di gubuk seadanya yang dibangun menggunakan barang-barang bekas. ''Kalau bisa dibangun barak, saya kira pemulung lebih nyaman. Tempat tinggal yang ada sekarang sangat tidak manusiawi,'' ujarnya. (H2-37) Post Date : 06 Maret 2007 |