|
jakarta, kompas - Jakarta sebagai ibu kota negara ternyata masih berada dalam titik yang sangat rawan air. Tingkat ketahanan air Jakarta hanya 2,2 persen. Saat ini, air baku untuk keperluan air bersih masih disuplai wilayah luar Jakarta. Dengan kondisi seperti ini, sudah saatnya warga Jakarta menjaga sumber air bersih dan air baku di wilayah Jakarta. Firdaus Ali dari Indonesia Water Institute mengingatkan hal itu terkait peringatan Hari Air Dunia yang jatuh pada Kamis (22/3). Tema besar Hari Air tahun ini adalah ”Selamatkan Air dan Wujudkan Ketahanan Pangan”. ”Masih banyak tantangan yang dihadapi Jakarta untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya. Dari penyedotan air tanah, gelombang pasang, penurunan muka tanah, hingga pengelolaan air limbah masih harus dibenahi,” papar Firdaus. Dalam penyediaan air bersih oleh PAM Jaya dan kedua operatornya, tingkat kehilangan atau kebocoran air juga sangat tinggi, yakni rata-rata 46 persen. Sementara itu, tarif air bersih yang ditagihkan kepada pelanggan rata-rata tertinggi ketiga di Asia setelah kota-kota di Jepang dan Singapura. ”Warga yang tinggal di RW 10 dan 17 di Penjaringan dan Kamal Muara terpaksa membeli air bersih dengan harga termahal di dunia. Tarifnya hampir Rp 136.700 per meter kubik atau setara 15 dollar Amerika Serikat per meter kubik,” kata Firdaus. Herawati Prasetyo, Wakil Presiden Direktur PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), mengakui, saat ini, wilayah Jakarta Barat masih sulit mendapatkan pasokan air bersih karena letaknya paling ujung dalam jangkauan layanan Palyja. ”Sambungan pipa kami belum sampai ke sana. Kami terus berusaha menyuplai kebutuhan air bersih di sana dengan kios-kios air,” kata Herawati. Saat ini, jumlah kios air yang disediakan Palyja mencapai 52 unit. Sebanyak 11 unit di antaranya baru diadakan tahun 2011. Jumlah air yang dipasok sangat bervariasi, tergantung kebutuhan warga. ”Ada kios yang setiap hari kami pasok dengan mobil tangki, tetapi ada yang hanya dua kali seminggu,” ujarnya. Dengan adanya kios air ini, warga yang kesulitan mengakses air bisa membeli air dengan cukup murah. Jika biasanya membeli air seharga Rp 400 per jeriken, kini mereka bisa membeli lebih murah. Palyja menjual air di sana Rp 3.500 per meter kubik. Herawati juga berharap, dengan adanya kemudahan mendapatkan air bersih, tingkat kebocoran air yang diakibatkan pipa bocor, pencurian air, dan inefisiensi menurun. Sekarang, tingkat kebocoran air Palyja mencapai 39 persen. Akhir tahun 2012, Palyja berharap bisa menurunkan tingkat kebocoran menjadi 37 persen. ”Kami sangat berharap bisa mendapatkan suplai air baku tambahan. Saat ini sudah hampir 14 tahun bekerja sama, tetapi kapasitas produksi kami masih tetap, yakni sekitar 8.000 liter per detik. Apabila suplai air baku meningkat, tentu pelanggan yang kami layani akan semakin banyak,” katanya. Palyja mendapatkan suplai air baku dari Kanal Tarum Barat yang berasal dari Waduk Jatiluhur, sedangkan air bersih dari Tangerang. (ARN) Post Date : 24 Maret 2012 |