Jakarta Krisis Air Bersih

Sumber:Suara Pembaruan - 17 Maret 2008
Kategori:Air Minum

Warga Jakarta Timur dan Jakarta Utara harus bersiap untuk menghemat air bersih. Sebab, PT Thames Pam Jaya (TPJ), yang memasok air bersih ke dua wilayah itu, menyatakan kondisi krisis, menyusul tingkat kekeruhan pasokan air dari wilayah hulu jauh melebihi ambang batas toleransi. Curah hujan yang tinggi dituding sebagai penyebab kekeruhan. Menyikapi kondisi pasokan air dari hulu, TPJ berencana mengurangi, bahkan menghentikan suplai air bersih ke 66 kelurahan di Jakarta Timur dan Jakarta Utara.

Kenyataan tersebut, tentu tidak dapat diterima oleh warga pelanggan air bersih. Selama bertahun-tahun, mereka sangat bergantung pada suplai air bersih dari operator. Tentu dapat dibayangkan kerepotan warga yang harus menjalani kehidupan sehari-hari tanpa air bersih.

Berita krisis air bersih tersebut terasa aneh, bila kita melihat hari-hari belakangan ini, air begitu melimpah menggenangi sejumlah permukiman di Jakarta, akibat banjir kiriman. Sayangnya, air berlimpah itu justru mendatangkan petaka, tidak mampu diolah menjadi air bersih yang dibutuhkan warga.

Krisis air bersih yang mengancam sebagian warga Jakarta, adalah bukti lemahnya pelayanan publik di negeri ini. Begitu sering publik dirugikan oleh ketidakmampuan operator penyedia jasa dan pemerintah selaku regulator memenuhi tanggung jawabnya. Masyarakat, sebagai konsumen, nyaris tak pernah memiliki posisi tawar terhadap setiap pelayanan yang tidak seperti dijanjikan.

Konsumen selalu berada di posisi terpaksa menerima apapun kondisi yang diberikan oleh operator. Hal itu disebabkan perlindungan hukum dari pemerintah lemah. Jarang sekali ada tindakan tegas terhadap operator, misalnya memberikan kompensasi kepada konsumen yang dirugikan operator.

Dalam masalah ancaman krisis air bersih, misalnya, kemungkinan besar warga kembali tak berdaya, sementara di sisi lain operator cukup digdaya meski wanprestasi terhadap kewajiban yang mestinya dipenuhi. Berkaitan hal tersebut, terasa aneh manakala mengetahui bahwa kondisi tingginya curah hujan di wilayah hulu dipersalahkan oleh operator, sebagai penyebab meningkatnya kadar kekeruhan pasokan air.

Masyarakat tidak terlampau bodoh untuk dapat mengingat bahwa curah hujan yang tinggi di wilayah hulu terjadi setiap tahun. Lantas, mengapa tahun ini hal itu dipersalahkan?

Persoalan utama sebenarnya adalah sejauh mana operator mampu menyuplai air bersih kepada konsumen. Sebagaimana dinyatakan Pemprov DKI Jakarta, menjadi kewajiban dan tanggung jawab TPJ, dan operator air bersih lainnya, untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga sepenuhnya. Dengan demikian, konsekuensinya adalah operator harus memiliki teknologi pengolahan air bersih, apapun kondisi air baku yang diterima dari hulu.

Di sisi lain, kita juga menuntut Pemprov DKI Jakarta bertindak tegas terhadap operator air bersih yang wanprestasi terhadap kewajibannya. Dalam kondisi ini, sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta, dan pemerintah pada umumnya, berpihak pada kepentingan masyarakat. Pelibatan pihak swasta asing dalam penyediaan air bersih di Ibukota, adalah bukti ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan air bersih kepada masyarakat. Dengan demikian, ancaman krisis air bersih yang ditebar TPJ, menjadi tanggung jawab pemerintah pula.

Sudah saatnya, pemerintah, DPR dan DPRD, serta lembaga terkait, mengembangkan suatu aturan yang bisa memaksa operator memberi kompensasi kepada warga (konsumen), manakala operator wanprestasi terhadap kewajibannya, meskipun dalam skala yang kecil. Sebab, selama ini aturan kompensasi dibuat sedemikian rupa, sehingga masih menguntungkan operator.



Post Date : 17 Maret 2008