|
[JAKARTA] Krisis air bersih mulai melanda Jakarta, khususnya wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Sebanyak 66 kelurahan dipastikan akan terancam pasokan air bersih. Hal itu akibat pasokan air bersih minim dan meningkatnya tingkat kekeruhan air baku setelah tingginya curah hujan di wilayah hulu yakni di Purwakarta, Karawang, Cibinong, Bekasi, Citeureup, Cibubur, dan Bogor beberapa hari belakangan ini. "Tingkat kekeruhan air baku yang kami terima dari Perum Jata Tirta II (PJT) Jatiluhur telah mencapai lebih dari 9.000 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) melebihi batas toleransi 2.500 NTU," ujar Public Relations Managers PT Thames Pam Jaya (TPJ) Devy A Yheanne dalam keterangan tertulisnya yang diterima SP di Jakarta, Jumat (14/3). Diakui, terjadi penurunan tingkat produksi air TPJ sebesar 9,5 persen dari target produksi normal. "Ini sebagai dampak naiknya tingkat kekeruhan air baku setelah hujan deras melanda daerah hulu," kata dia. Dijelaskan, penurunan produksi air ini mengakibatkan menurunnya debit air yang dapat diterima sebagian besar pelanggan TPJ yakni di Jakarta Timur dan Utara. Menurut dia, pasokan air ke pelanggan akan mengecil atau terhenti. Selain dua wilayah itu, sejumlah pelanggan di Bekasi juga akan mengalami hal serupa. Dijelaskan, TPJ menerima air baku dari PJT II yang mengalirkan air baku tersebut dari Jatiluhur ke Jakarta melalui Tarum Kanal Barat. Melonjaknya tingkat kekeruhan air merupakan dampak langsung dari erosi akibat tingginya curah hujan di kawasan hulu. Penurunan produksi ini tak dapat dielakkan demi menjaga kualitas air bersih yang tetap harus memenuhi standar kualitas air bersih sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/MENKES/PER/ IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Dijelaskan, TPJ mengoperasikan dua Instalasi Produksi Air (IPA), yaitu IPA Buaran memiliki kapasitas produksi air sebesar 5.000 liter per detik, serta IPA Pulogadung yang berkapasitas produksi 4.000 liter per detik. Warga Protes Menanggapi hal itu, sejumlah warga memprotes tidak siapnya TPJ memenuhi pelayanan air bersih ke pelanggan. "Setahu kami sudah beberapa kali media massa mengungkapkan, operator air minum wajib menyediakan teknologi pengelolaan air bersih. Seharusnya operator sudah siap, jangan rakyat yang sudah sulit menjadi sengsara," ujar Jeanny A, warga Cawang, Jakarta Timur. Menurut dia, tidak ada alasan jika operator mengeluhkan pasokan air dari hulu keruh. Soalnya, air dari hulu memang selalu datang keruh. "Pemprov harus perhatikan hal ini, jangan membiarkan operator menekan warga," ujarnya. Hal senada diungkapkan M Syaihu warga Jatinegara, Jakarta Timur. Selama ini pasokan air di wilayahnya sudah kecil, sudah beberapa kali keluhan dilayangkan tetapi tidak digubris. Sementara jika warga telat membayar, meteran langsung disegel. "Sekarang pasokan akan dikucilkan bahkan dimatikan, waduh, kami harus masak dan minum dari mana?" kata dia. Warga Sunter Jaya, Jakarta Utara, Hamonangan Situmorang menilai, jika pasokan air terhenti atau mengecil, TPJ harus memberi kompensasi kepada pelanggan. "Jadi jangan seenaknya saa mengutip bayaran air, pelayanan selama ini sudah buruk, air yang mengalir ke rumah kecil, hanya malam hari yang besar. Kini mau di kecilan lagi, waduh, bagaimana kami mau mandi dan masak? Kasihan anak-anak yang akan sekolah, apa mereka harus mandi di sekolah?" kata dia. Ita, warga Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara mengatakan, pihak TPJ seharusnya tidak mencari alasan penyebab layanannya kurang bagus. Sebab, pelanggan tidak bisa menunda pemakaian air bersih untuk kebutuhan minum, mandi dan mencuci. "Kalau pelayanannya menurun, seharusnya pembayaran tagihannya juga dikurangi, jangan cuma pengumuman dan permintaan maaf," kata Ita. [HDS/B-15/Y-4] Post Date : 14 Maret 2008 |