Jakarta Harus Hemat Air

Sumber:Kompas - 18 Juli 2006
Kategori:Air Minum
Jakarta, Kompas - Musim kemarau yang sedang berlangsung saat ini berdampak pada ancaman krisis penggunaan air bersih di Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Senin (17/7), mengimbau supaya warga Jakarta mampu menghemat penggunaan air bersih.

"Krisis air bersih di Jakarta sebagai dampak musim kemarau yang sekarang sulit diantisipasi. Warga harus mampu menghemat penggunaan air bersih. Begitu pula pihak-pihak yang menggunakan air tanah dalam supaya tidak menyedot secara berlebihan," kata Sutiyoso kepada wartawan di Balaikota DKI.

Sutiyoso kemudian mengemukakan pentingnya mempertahankan situ-situ atau daerah resapan air hujan di wilayah selatan Jakarta. Upaya mempertahankan situ-situ tersebut bermanfaat memperkaya kandungan air tanah.

Wacana dari konsep megapolitan disinggung Sutiyoso terkait dengan pola koordinasi untuk mempertahankan situ-situ tersebut. Diharapkan ke depan, dengan konsep megapolitan tersebut mampu dilakukan koordinasi sebaik mungkin untuk mempertahankan atau memperluas situ-situ yang ada.

Konservasi

Sementara itu, wilayah yang diperkirakan paling rawan kekeringan pada musim kemarau tahun ini meliputi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat. Pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) DKI diperkirakan hanya mampu mencukupi kebutuhan sekitar 50 persen dari total penduduk DKI, sedangkan separuh lainnya mengambil air tanah yang jumlahnya makin menyusut.

Menurut catatan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) DKI, cadangan air tanah di DKI sendiri hanya 23 persen dari total curah hujan per tahun. Namun, kapasitas air tanah yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat tidak lebih dari 40 persen.

"Sebenarnya yang diperlukan saat ini adalah sumur resapan untuk konservasi air tanah. Setiap tahun volume air hujan yang terserap selalu menurun, padahal kebutuhan penduduk semakin meningkat," kata Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan BPLH DKI Daniel Abbas.

Menurut Daniel, saat ini sudah ada peraturan Gubernur DKI tentang pembuatan sumur resapan bagi setiap rumah warga. Akan tetapi, dalam operasionalnya dinilai masih belum efektif dipatuhi masyarakat.

Kecilnya penerapan sumur resapan memperkecil resapan air hujan ke tanah. Namun lebih parah lagi ketika yang terjadi sekarang daerah resapan (recharge area) yang terus menurun akibat pembangunan yang menyebabkan tanah tertutup aspal, konblok, maupun bangunan.

Menurut Daniel, menyempitnya kawasan resapan di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur telah menyebabkan air hujan yang seharusnya menjadi air tanah hanya terbuang menjadi air permukaan. Kadang-kadang hal ini menyebabkan genangan atau banjir.

Dalam proses distribusi olahan air baku menjadi air minum di DKI, saat ini pun masih menghadapi tingkat kebocoran mencapai 50 persen. PT Pam Lyonaisse Jaya (Palyja) sebagai salah satu operator distribusi air bersih olahan hingga sekarang terus berkomitmen menurunkan tingkat kehilangan air bersih akibat kebocoran tersebut.

"Palyja berkomitmen menurunkan angka kehilangan air sebesar dua persen per tahun," kata President Director PT Palyja Thiery Krieg.

Tangerang

Menurunnya permukaan air Sungai Cisadane yang merupakan satu-satunya sumber bahan baku air minum untuk PDAM Kota dan Kabupaten Tangerang membuat PDAM bersiap menggilir jatah air bagi para pelanggannya.

Jika ini hal ini terjadi, dipastikan ribuan pelanggan PDAM dari kalangan rumah tangga maupun perusahaan di daerah itu serta sebagian Kota Jakarta akan kesulitan air bersih.

Sampai Senin kemarin, pasokan air ke pelanggan masih tetap aman, namun tinggi permukaan air Sungai Cisadane masih naik turun, tetapi mendekati titik yang harus diwaspadai.

Humas PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang, Anda Suhanda, kemarin menyebutkan, tinggi permukaan air Cisadane mencapai 9,4 meter, naik 50 sentimeter dari posisi sebelumnya. "Mungkin karena pintunya dibuka sehingga ada air masuk," kata Suhanda. (RIS/TRI/NAW)

Post Date : 18 Juli 2006