|
Jakarta, Kompas - Ibu Kota dalam kondisi darurat. Banjir semakin meluas pada hari Minggu (4/2) karena telah menggenangi sekitar 70 persen wilayah Jakarta. Warga yang mengungsi di lima wilayah pun terus bertambah menjadi sekitar 150.000 jiwa. Sebagian dari mereka meninggalkan rumah sejak empat hari lalu. Meluapnya Ciliwung disebabkan tingginya curah hujan di Bogor, Jawa Barat. Datangnya air bah yang melumpuhkan Jakarta sudah diprediksi sejak Sabtu, apalagi pada hari itu ketinggian air di Bendung Katulampa, Bogor, menunjuk pada angka 250 sentimeter. Titik itu jauh melampaui batas normal, 80 sentimeter. Tingginya debit air Ciliwung menyebabkan pintu air sejak Minggu siang dibuka penuh. Sejumlah kawasan pun tergenang. Pada pukul 23.00, ketinggian genangan air di Jalan Gunung Sahari dan Jalan Pasar Baru, misalnya, sudah 40 sentimeter. Namun, lingkungan Istana Presiden hingga menjelang tengah malam itu tidak terendam air, seperti yang diperkirakan sebelumnya. Banjir kiriman tersebut menggenangi kawasan selatan hingga utara Jakarta sejak Sabtu malam. Sejumlah jalan utama seperti Jalan Casablanca di kawasan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, dan Jalan Raya Kalibata terputus dan tidak dapat dilewati kendaraan karena terendam air luapan Ciliwung, termasuk jembatan yang melintang di atas sungai. Terowongan jalan di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, dan Manggarai, Jakarta Selatan, juga tidak dapat dilewati karena terendam hingga dua meter. Kepala Sub-Direktorat Pendidikan dan Rekayasa Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Chrysnanda DL yang ditemui di Jembatan Kalibata, Rawajati, Jakarta Selatan, Minggu, mengatakan, ada 122 wilayah terendam di Ibu Kota yang mengganggu arus lalu lintas. Menurut dia, sebanyak 29 titik di antaranya terputus akibat banjir. Banjir besar akibat meluapnya air Ciliwung semakin menyengsarakan warga yang kebanjiran sejak Kamis pekan lalu. Di Kelurahan Kebon Baru, Sutrisno (41), warga RT 04 RW 01, masih berharap cemas menunggu evakuasi. Edi Suryadi (60), mertua Sutrisno, serta tiga anggota keluarga lain terjebak di lantai dua rumah di Gang Mesjid I, Kebon Baru. "Air kali ini lebih tinggi daripada banjir tahun 2002. Ratusan warga masih bertekad bertahan karena diperkirakan air tidak mencapai lantai dua. Ternyata hari ini seluruh lantai dua mulai tenggelam," ujar Sutrisno. M Latief (70), warga RT 02 RW 07 Kelurahan Rawajati, menuturkan bahwa dirinya mengalami banjir di daerahnya sejak 1943. "Kalau memang ini sudah diprediksi, kenapa tidak dilakukan pengerukan sejak akhir tahun lalu. Dulu waktu zaman Jepang penanganan banjir jauh lebih baik," ujarnya. Menurut Latief, banjir besar terjadi tahun 1943, 1952, 1976, 2002, dan 2007. Selama ini tidak pernah ada upaya serius untuk menanggulangi banjir. Sebagian besar warga yang ditemui mengaku mereka tidak tinggal di penampungan darurat yang memang belum ada. Mereka umumnya tinggal di rumah keluarga. Banjir akibat meluapnya Ciliwung juga makin menyengsarakan warga di beberapa kelurahan di Kecamatan Jatinegara, termasuk Bidaracina, Kampung Melayu. Banjir juga memutuskan Jalan Otista Raya dan Jalan Jatinegara Barat. Kedua jalan itu pada Sabtu pekan lalu belum tergenang air sehingga masih bisa dilewati. Di Cipinang Besar Utara, air juga telah menghanyutkan seorang ibu berusia sekitar 45 tahun. Ibu ini ditemukan tewas di RT 06 RW 10 Cipinang Besar Utara, Jatinegara. Jenazah segera dibawa ke RSCM karena belum diketahui identitasnya. Di Kampung Pulo, Kampung Melayu, seorang warga juga meninggal dunia. Saifudin (22) yang memang sedang sakit paru-paru diperkirakan meninggal karena kondisi sekitar yang lembab karena banjir. Dia meninggal di rumahnya, Sabtu pukul 19.00, dan sempat dievakuasi sebelum air naik tinggi. Perumahan terendam Perumahan Cipinang Indah hingga Minggu tampak seperti lautan air akibat meluapnya Sungai Sunter. Di perumahan elite ini ratusan mobil masih terjebak dalam garasi dan ditinggalkan pemiliknya begitu saja. Ketinggian air dua sampai tiga meter. Sebagian warga masih bertahan di lantai dua dan sebagian mengungsi di hotel. "Kami memilih tetap bertahan di lantai dua. Soal logistik, kami bisa membeli sendiri dari luar, kemudian dibawa dengan perahu kemari. Kami sudah beli perahu karet," kata Arif, warga Cipinang Indah. Selain di Cipinang Indah, permukiman padat penduduk seperti Cipinang Bali, Cipinang Cempedak, dan yang paling parah Cipinang Melayu, hingga Minggu sore masih terendam. Ketinggian air mencapai empat meter. "Hari ini saya memutuskan untuk keluar dari lantai dua, air sudah merendam lantai satu. Saya kemari bersama suami saya naik dari genteng rumah ke genteng rumah lainnya," kata Tamirah (50), warga RT 01 RW 04 Cipinang Melayu, Kecamatan Kampung Makassar, Jakarta Timur. Menurut Atik (35), ibu beranak tiga warga Kampung Pulo, arus air mulai deras masuk ke rumahnya pukul 02.00. Di Jakarta Barat, kelurahan yang paling parah terendam air adalah RW 02 dan RW 08 Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk. Warga yang sebagian besar tinggal di tepi rel kereta api memasang tenda darurat di tempat lebih tinggi. Sejak banjir besar melanda Jakarta dan sekitarnya, banyak pula warga berspekulasi air yang menggenangi rumah mereka tidak akan meninggi. Mereka terus bertahan di lantai dua rumah atau atap rumah. Nyatanya, ketinggian air terus meninggi sehingga pada akhirnya warga terjebak dalam kepungan air. Di Kelurahan Cawang dan Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, misalnya, hingga Minggu sore sedikitnya 400 warga masih terjebak di rumah mereka, terkepung air. Ketika tim evakuasi mencoba membujuk mereka mengungsi dengan naik perahu karet, banyak warga masih menolak dan memilih bertahan. Namun, menjelang sore, sebagian warga akhirnya memutuskan menurut untuk mengungsi. Aisyah (60), salah seorang warga RT 01 RW 07, Cililitan, menangis tersedu-sedu ketika turun dari perahu karet seusai dievakuasi. Aisyah mengaku semalaman terjebak di loteng rumahnya dan kehujanan. Aisyah mengaku tidak menyangka air yang menggenangi rumahnya sejak dua hari lalu terus meninggi hingga merendam lantai dua. Karena itu, dia memilih terus bertahan dan terlambat mengungsi ketika sejumlah tetangganya yang lain telah mengungsi. "Saya tidak menyangka airnya terus tinggi. Saya pikir hari ini bakal surut. Enggak tahunya tambah tinggi. Tahun 2002 enggak sampai begini," ujar Aisyah. Waspadai banjir susulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua aparat pemerintah daerah waspada terhadap kemungkinan banjir susulan. Presiden juga meminta aparat pemerintah aktif menginformasikan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika kepada masyarakat agar mereka juga waspada. Presiden Yudhoyono mengemukakan hal itu seusai mendengarkan laporan mengenai situasi banjir di Kota Bekasi, yang dijelaskan Wakil Wali Kota Bekasi Mochtar Muhamad, Minggu. Presiden yang meninjau lokasi banjir di Bekasi juga meminta pemerintah daerah mengoptimalkan semua kemampuan dan menggunakan semua fasilitas pemerintah untuk membantu korban banjir. Presiden Yudhoyono meminta masyarakat agar bersedia meninggalkan rumah jika banjir terus meninggi. Untuk pengamanan, Presiden meminta aparat kepolisian terus memantau dan mengamankan rumah warga yang ditinggalkan. Kerja sama Kepada wartawan, Presiden Yudhoyono mengatakan sudah mendatangi lokasi-lokasi banjir di Jakarta dan sekitarnya. Dia menilai banjir sudah menjadi bencana rutin dan berulang. Karena itu, Presiden meminta jajaran pemerintah daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi bekerja sama dalam menanggulangi dan mengantisipasi banjir. Ia menjanjikan pemerintah pusat melalui departemen terkait akan membantu upaya penanggulangan banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya ini. Salah satunya adalah pengerjaan saluran banjir kanal. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso meminta bantuan pemerintah pusat untuk mengoordinasikan semua kabupaten dan kota di Jakarta dan sekitarnya guna mengatasi penyebab banjir secara menyeluruh. Penyelesaian secara terintegrasi di hulu dan hilir Ciliwung dan Cisadane diperlukan karena banjir sudah menggenangi semua kawasan di Jabotabek. Menurut Sutiyoso, saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla meninjau Crisis Center Jakarta, Minggu, banjir hanya dapat dicegah jika kawasan hulu Ciliwung diperbaiki dan kawasan hilirnya direkayasa. Namun, usaha Jakarta untuk mereboisasi dan membangun situ atau bendungan di kawasan hulu Ciliwung selalu terganjal permasalahan batas administrasi dan kepentingan Kabupaten Bogor dan Kota Depok. Untuk menahan laju aliran Ciliwung, kata Sutiyoso, perlu dibangun 10 situ baru di kawasan hulu guna menambah 200 situ yang ada. Situ tersebut diperlukan untuk mengurangi debit air Ciliwung yang terlalu besar. Namun, karena lokasi situ berada di Kabupaten Bogor, ujar Sutiyoso, Jakarta tidak dapat membangun situ baru. Karena itu, Sutiyoso meminta pemerintah pusat mengoordinasikan penanganan banjir secara lintas provinsi dan kabupaten. Menanggapi permintaan itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah bersedia mengoordinasikan semua kabupaten dan kota di Jabodetabek. Untuk penanganan pengungsi, Sutiyoso juga meminta pemerintah pusat membantu penyediaan peralatan dengan truk-truk besar, perahu karet, dan helikopter. Peralatan menjadi masalah dalam penanganan pengungsi karena masih banyak kawasan yang terisolasi. Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Ritola Tasmaya mengatakan, jumlah pengungsi di Jakarta sudah mencapai 150.000 orang. Ritola mengakui, penanganan pengungsi belum efisien karena kemampuan dapur umum untuk memasak hanya cukup bagi sekitar 60 persen pengungsi. (cok/amr/arn/ong/cal/nas/sf/ win/eca/mul/osd/nel/jos) Post Date : 05 Februari 2007 |