|
Jakarta, Kompas - Sistem antisipasi banjir di Jakarta Utara belum memadai karena baru tersedia 29 dari 42 polder yang dibutuhkan. Pembangunan 13 sistem polder baru di Jakarta diperkirakan berlangsung lambat karena mahalnya biaya yang diperlukan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, Sabtu (4/10) di Jakarta Pusat, mengatakan, pembangunan satu polder membutuhkan dana sekitar Rp 2 triliun sehingga proses pembangunannya bakal membutuhkan waktu lama. Dengan modal APBD DKI Jakarta yang berkisar Rp 20 triliun per tahun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai sulit merealisasikan sistem antisipasi banjir dalam waktu yang singkat. Sistem polder adalah sistem penyedotan air banjir di kawasan yang lokasinya di bawah permukaan laut. Air banjir itu kemudian ditampung dalam kolam subsistem polder dan secara bertahap dipompa lagi untuk dibuang ke laut. Sekitar 40 persen wilayah daratan DKI Jakarta, terutama di Jakarta Utara, memiliki ketinggian tanah di bawah permukaan laut. Kawasan-kawasan itu hampir selalu tergenang saat hujan deras dan hanya dapat diatasi dengan sistem polder. Menurut Prijanto, mahalnya biaya pembangunan sistem polder disebabkan tingginya harga lahan yang harus dibebaskan. Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Wishnu Subagyo Yusuf mengatakan, untuk membangun 13 polder dibutuhkan dana sekitar Rp 19,5 triliun. Ke-13 polder itu adalah polder Kapuk Polgar, Jelambar Timur, Sunter Timur I dan II, Kelapa Gading, Marunda, Cengkareng Barat, Tanjungan (Tegal Alur), Kapuk Muara 1, 2, dan 3, Kampung Gusti, Rawa Buaya, Kedoya Green Garden, dan Kedoya Taman Ratu Greenville. (ECA) Post Date : 05 Oktober 2008 |