|
Banjir 2007 lebih dahsyat daripada Banjir 2002. Jumlah korban meninggal lebih besar, cakupan wilayah yang terkena banjir lebih luas, masa surut air lebih lama, dan menimbulkan dampak sosial-ekonomi-politik lebih besar. Akankah bencana seperti ini terulang lagi di masa depan? Sebelum banjir besar melanda ibukota dan sekitarnya awal Februari 2007, banyak orang beranggapan Banjir 2002 adalah musibah terbesar yang pernah melanda Jakarta. Anggapan itu berubah ketika warga melihat dan mengalami langsung kedahsyatan Banjir 2007 dan membandingkannya dengan banjir 2002. Meskipun tiap orang mempunyai skala penderitaan dan pengalaman beragam, warga umumnya sepakat Banjir 2007 menimbulkan dampak sosial ekonomi yang lebih besar dibandingkan Banjir 2002. Curah hujan 2007 yang menjadi acuan perhitungan banjir dipastikan lebih besar dari 2002, mengingat Jakarta sendiri diguyur hujan deras selama lebih delapan jam, ditambah menerima air kiriman dari kawasan hulu seperti Bogor, Cianjur, dan Depok. Korban meninggal Data terbaru yang dikeluarkan Badan SAR Nasional (Basarnas) menyebutkan korban meninggal dalam Banjir 2007 berjumlah 80 orang. Dari jumlah itu, 48 korban adalah warga Jakarta. Sisanya merupakan korban dari wilayah Tangerang dan Bekasi dan Jawa Barat. Menurut Deputi Pemulihan Bencana Bakornas, Tabrani, ada beberapa penyebab kematian warga dalam banjir. "Untuk DKI tercatat 19 orang hanyut, 16 tersetrum listrik, dan 13 lainya karena menderita sakit, seperti hipothermia (kedinginan)." Korban meninggal dalam Banjir 2007 ini jauh melampaui korban meinggal dalam Banjir 2002 yang berjumlah 25 orang. Banjir 2007 juga merusak dan menghanyutkan puluhan rumah di kawasan terparah seperti Rawajati, Rawabuaya dan Cilincing. Jumlah Pengungsi Tidak ada angka pasti mengenai pergerakan pengungsi akibat banjir 2007. Data dari Departemen Sosial RI dan Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah pengungsi di Jabodetabek mencapai angka 397.304. Sedangkan data dari Basarnas menyebutkan, untuk Jakarta tercatat 210.257 pengungsi, di wilayah Banten 37.511 orang dan di Jawa Barat tercatat 240 ribu pengungsi. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan jumlah pengungsi Banjir 2002 yang mencapai 100 ribu lebih. Dari ratusan ribu pengungsi itu, menurut Departemen Kesehatan, hampir 100 ribu pengungsi mengalami sakit dari skala ringan sampai parah. Cakupan Wilayah Banjir Pada 2002, luas wilayah yang terendam banjir masih terkonsentrasi pada wilayah rawan banjir antara lain di Kecamatan Tanah Abang, Sawah Besar, dan Kemayoran (Jakarta Pusat) ; kecamatan Penjaringan, Tanjung Priok, Pademangan, dan Cilincing (Jakarta Utara) ; kecamatan Cengkareng, Kebon Jeruk, Grogol, Petamburan dan Tamansari (Jakarta Barat) ; kecamatan Cilandak, Kebayoran Baru, dan Mampang Prapatan (Jakarta Selatan) ; serta kecamatan Jatinegara, Cipinang, Pulogadung, dan Duren Sawit (Jakarta Timur). Pada Banjir 2007, hampir semua jalan protokol di lima wilayah DKI terendam air, termasuk Sudirman-Thamrin, istana Merdeka, sejumlah under pass, dan tol dalam kota. Sama seperti pada BAnjir 2002, Istana presiden dan kawasan Kota tergenang cukup parah karena pintu air Manggarai tak mampu menahan air kiriman dari Bogor. Banyak perumahan yang pada 2002 dinilai aman dari banjir, kali ini ikut terendam. Sejumlah perumahan elit di lima wilayah Jakarta, terendam air setinggi 80 cm sampai 2 meter. Ribuan warga di perumahan Kelapa Gading, Puri Mutiara Cinere, kawasan Ciledug raya, perumahan di Bekasi terpaksa mengungsi karena air terus naik. Bedanya warga yang mampu mengungsi ke hotel atau apartemen, sedangkan warga miskin, terpaksa mengungsi ke tenda-tenda darurat yang kurang layak. Masa Surut Air Pada panjir 2002, air lumayan cepat surut dalam hitungan 1x24 jam, atau 2 hari di wilayah terparah. Pada Banjir 2007, masa air surut antara 1 hari hingga 5 hari. Di beberapa kawasan, genangan air bahkan bertahan lebih dari satu minggu disebabkan luberan sungai yang mampet atau air laut yang pasang. Sarana dan Layanan Umum Dalam Banjir 2002, fasilitas publik dan sarana umum yang terganggu cukup luas meliputi jalan raya, kendaraan umum, listrik, dan perkantoran. Banjir 2007 tidak hanya mengganggu tetapi juga melumpuhkan berbagai aktivitas masyarakat dan menyetop pelayanan publik secara luas. Sekitar 70 persen jalur transportasi darat terputus, termasuk busway yang baru dioperasikan. Banjir juga menyebabkan gangguan terhadap transportasi laut serta membatalkan sejumlah rute penerbangan. Data dari Depdiknas menyebutkan lebih dari 500 sekolah di DKI terpaksa tutup, puluhan posko kesehatan dan puskesmas terendam, listrik mati selama beberapa hari, terhentinya pasokan air PAM bagi 240 ribu pelanggan, putusnya 160 ribu sambungan telepon, komunikasi seluler dan internet, serta tutupnya ribuan toko penyedia kebutuhan warga, termasuk sebuah hipermarket asing di Jakarta Timur nyaris tenggelam. Banjir 2007 juga menimbulkan kemacetan lalu lintas selama berjam-jam dan merendam ribuan kendaraan milik warga di kawasan perumahan maupun areal parkir umum. Solidaritas Warga Terhadap Banjir Pada Banjir 2007, solidaritas dan inisiatif warga untuk membantu korban banjir terasa menurun. Akibatnya upaya penanggulangan banjir oleh pemerintah dan lembaga kebencanaan (SAR), menjadi lebih berat dan terasa kecil dibanding luasnya skala bencana. Pada Banjir 2002, warga ibukota dan media bersatu melakukan mobilisasi penanganan bencana, sehingga penderitaan korban terasa ringan dan cepat berlalu. Apakah ini menunjukkan semangat kebersamaan dan rasa sosial warga ibukota menurun, atau karena banyaknya warga yang jadi korban banjir sehingga tak sempat menolong warga lainnya? Klaim Asuransi Jakarta adalah salah satu penyumbang premi terbesar bagi industri asuransi kerugian. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Frans Sahusilawane memperkirakan klaim akibat banjir 2007 bisa lebih dari Rp 400 miliar. Artinya kerugian asuransi banjir tahun 2007 bisa dua kali lipat lebih dibandingkan kerugian akibat banjir tahun 2002 sebesar Rp 200 miliar. Banjir 2002 merupakan salah satu bencana terbesar yang pernah melanda Jakarta. Namun, area yang terkena pada banjir 2007 lebih luas, intensitasnya juga lebih tinggi karena banyak wilayah yang dulunya aman, ternyata kebanjiran. Beberapa Pertanyaan Penting Melihat banyaknya under pass di Jakarta yang terendam air dan tidak bisa dilalui pengguna jalan, apakah para perencana proyek under-pass tidak memperhitungkan bahwa Jakarta adalah kota rawan banjir? Kita juga bisa melihat orientasi tata kota Jakarta yang lebih mudah memberikan izin pendirian mall, gedung, dan apartemen, ketimbang memperbanyak pembangunan taman kota, melaksanakan normalisasi sungai, menambah drainase dan pembuatan danau, serta memperluas daerah resapan air. Kapan kebijakan pemerintah propinsi DKI akan lebih berorientasi ke penyelamatan lingkungan? (*). Post Date : 01 Maret 2007 |