|
BANDUNG (Media): Institut Teknologi Bandung (ITB) mengirim empat unit instalasi pengolahan air bersih ke Banda Aceh dan Meulaboh, kemarin, untuk menyediakan air bersih bagi korban bencana di kedua wilayah tersebut. Satu unit instalasi digunakan di Banda Aceh dengan kapasitas mampu menghasilkan air bersih sebanyak 220 m3, serta tiga instalasi yang total menghasilkan 72 m3 air bersih akan digunakan di Meulaboh. "Instalasi ini mampu mengolah air tawar dalam kondisi apapun untuk menjadi air yang layak diminum. Baik air comberan yang sudah hitam pekat maupun air sungai yang keruh pun bisa diolah menjadi air minum," jelas Pejabat Rektor ITB Adang Surahman, di Bandung, kemarin. Pakar air tanah ITB Deny Juanda menambahkan, untuk saat ini pengadaan air bersih di wilayah bencana baru bisa dilakukan dengan mengoperasionalkan instalasi pengolahan air bersih. Penggalian sumur baru dan pencarian sumber air tanah belum akan dilakukan karena waktu yang diperlukan sangat panjang, sementara kebutuhan air bersih sudah sangat mendesak. "Untuk mencari sumber air tanah dan melakukan penggalian diperlukan waktu tidak kurang dari dua bulan. Di Aceh, kita juga harus hati-hati menentukan lokasi pengobaran, karena banyak air tanah yang mengandung air laut," jelas Deny. Selain keempat instalasi tersebut, tutur Adang, ITB juga mengirimkan 16 relawan, terdiri dari mahasiswa dan staf pengajar di ITB. Dalam waktu 2 sampai 6 bulan mendatang, relawan ini akan menangani sumbangan masyarakat, mobilisasi relawan dan penanganan mahasiswa yang turut jadi korban. Menurut dia, ITB juga sudah membuat rencana kerja pemulihan Aceh pascabencana lewat satgas yang akan bekerja dalam dua tahap, masing-masing tahap pertama dari dua hingga enam bulan, serta jangka panjang yang akan bekerja hingga tiga tahun. Dalam jangka panjang ini, ITB akan membantu pembangunan Universitas Syiah Kuala dan Universitas Andalas, serta sosialisasi sains dan teknologi untuk pendidikan masyarakat mengenai bencana alam. Tim kerja yang akan diturunkan ITB adalah para pakar kegempaan dan tsunami, geoteknik dan struktur, pemulihan kondisi, rekonstruksi total, early warning system serta community preparedness. Sementara, dari Papua, Wakil Gubernur Provinsi Papua Constant Karma, kemarin, melepas bantuan satu unit pesawat udara jenis Cassa milik maskapai penerbangan swasta, Mission Aviation Followship ( MAF) di Bandara Sentani, Jayapura. "Bantuan ini sebagai salah satu wujud solidaritas kita, rakyat Papua, atas musibah yang dialami saudara-saudari kita di Nanggroe Aceh Darrusalam dan Sumatra Utara," ungkap Constant Karma, ketika ditemui Media, di Jayapura, kemarin. Dalam kesempatan terpisah, Manejer Program MAF Provinsi Papua Wally D Wiley menjelaskan, pesawat Cesna 208 yang diberangkatkan itu diawaki oleh dua orang pilot (tanpa co pilot), masing-masing Doglas dan Hendri yang memiliki keahlian sebagai mekanik. (SG/MY/EM/PW/VL/E-1) Post Date : 04 Januari 2005 |