|
Medan, Kompas - Gempa yang melanda kawasan pantai timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 26 Desember 2004 lalu ternyata telah merusak saluran irigasi di Kecamatan Peudada dan Juli, Kabupaten Bireuen. Jika tidak segera diperbaiki, lebih dari 2.000 hektar areal sawah produktif milik masyarakat di Bireuen dipastikan terancam bera. "Saat ini areal sawah petani sudah mulai kering sehingga tanahnya retak-retak. Kami akan terus meminta pemerintah pusat segera mengalokasikan dana untuk memperbaikinya karena pemerintah kabupaten tidak memiliki dana cukup memperbaiki saluran irigasi itu," kata Bupati Bireuen Mustafa A Geulanggang yang dihubungi dari Medan, Selasa (22/2). Dari kedua saluran irigasi teknis itu, kerusakan irigasi yang berada di Peudada-lah yang terparah. Pintu bendungan irigasi ambles ketika gempa terjadi sehingga posisinya lebih rendah dari saluran air menuju persawahan masyarakat. Dampaknya, air yang terbendung tidak dapat mengalir ke saluran pembagi sehingga petani mulai kesulitan mendapatkan air untuk sawahnya. Sebagai langkah darurat, Pemerintah Kabupaten Bireuen memasang sebuah pompa air untuk menaikkan air dari bendungan ke saluran pembagi. Namun, kemampuan mesin menyedot air dan menyalurkannya untuk dibagi ke sawah masyarakat tidak sebanyak ketika saluran irigasi itu beroperasi dengan normal. Akibatnya, para petani berebutan mendapatkan air. Saluran irigasi Pante Lhoong yang mengairi ribuan hektar sawah di Kecamatan Juli, Jeumpa, Peusangan, dan Makmur juga mengalami kerusakan. Saat gempa menggoyang kawasan itu, saluran air berbentuk bulat (Ramco) yang berada di Kecamatan Juli pecah sehingga menyumbat aliran air ke sawah. Petani bisa ribut Sebenarnya sudah ada perbaikan sarana irigasi sehingga untuk sementara ini masyarakat masih dapat memanfaatkannya. Akan tetapi, perbaikan permanen tetap mendesak untuk dilakukan segera. "Jika tidak segera ditangani, bisa-bisa sesama petani akan ribut karena berebut air untuk mengairi sawah mereka. Pemkab tidak punya dana perbaikan, jadi harus ada bantuan dari pusat," ujar Mustafa tegas. Pemantauan Kompas di Bireuen, Senin (21/2), hamparan padi masyarakat menghijau di sepanjang jalan negara di Kabupaten Bireuen. Namun, begitu keluar Bireuen sampai mendekati perbatasan Kabupaten Pidie banyak sawah tampak kekurangan air. Kawasan Peudada terlihat mulai kering dengan kondisi tanah yang retak-retak kecil. Jika dibiarkan, dikhawatirkan tanaman padi yang baru berumur sekitar dua bulan itu akan bera akibat kekurangan air. Jalan diperbaiki Sementara itu, sekitar 6 kilometer (km) ruas jalan negara yang rusak akibat gempa di kawasan Kecamatan Peusangan, Bireuen, mulai diperbaiki. Saat ini badan aspal yang retak-retak tampak telah dibongkar dan diganti dengan timbunan pasir, batu, dan tanah. Pemantauan Kompas hari Senin lalu hampir seluruh ruas jalan itu telah ditutupi tanah yang telah diratakan. Sejumlah ekskavator, mesin penggilas jalan, dan greder tampak bekerja di sepanjang jalan tersebut. Jalan negara di jalur pantai timur Nanggroe Aceh Darussalam memang rusak parah karena dihantam gempa. Hampir sepanjang 6 km ruas jalan terbelah dan retak-retak. Sepanjang sekitar 50 meter di kawasan Keude Krueng Panjoe, Peusangan, malah ambles sedalam 60 sentimeter sehingga terpaksa ditimbun lagi. Bupati Bireuen Mustafa A Geulanggang menjelaskan, perbaikan jalan itu merupakan program Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi NAD. Namun, dikerjakan oleh kontraktor lokal. "Perbaikan jalan yang retak- retak itu didukung dana provinsi. Kami pun sekarang sedang mengupayakan bantuan berikut dari provinsi agar kerusakan jalan kabupaten karena gempa di utara jalan negara itu juga dapat dikerjakan sekaligus," ujarnya. (ham) Post Date : 23 Februari 2005 |