|
Bogor, Kompas - Institut Pertanian Bogor berhasil mengembangkan teknologi lubang resapan biopori yang berfungsi meresapkan air ke dalam tanah. Penerapan teknologi diharapkan dapat turut andil dalam mitigasi bencana banjir. Oleh karena itu, dalam memperingati Hari Bumi 22 April mendatang, Institut Pertanian Bogor (IPB) bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bogor akan menyosialisasikan manfaat dan pembangunan teknologi tersebut kepada masyarakat. Sebanyak 5.250 lubang resapan biopori akan dibuat di 21 kelurahan di kota hujan ini, dan diharapkan jumlah itu terus berkembang melalui swadaya masyarakat, baik di Bogor maupun di wilayah lainnya. "Selama ini disebutkan wilayah Bogor menyumbang 30 persen penyebab banjir di Jakarta. Teknologi lubang resapan biopori (LRB) diterapkan, salah satunya untuk menurunkan jumlah air yang langsung mengalir dan bias hingga menyebabkan banjir di Jakarta," kata Kepala Kantor Promosi, Humas, dan Hubungan Alumni IPB Agus Lelana, Selasa (17/4). Agus dengan didampingi pencetus teknologi LRB, Kamir R Brata, pengajar Konservasi Tanah dan Air pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, menyebutkan, pembuatan 5.250 LRB secara serentak akan dilakukan pada Sabtu (21/4) di wilayah itu. Program ini akan terus digalakkan dengan target pada 3 Juni 2007, bertepatan dengan hari ulang tahun Kota Bogor, 22.400 lubang di 68 kelurahan yang ada selesai dibangun. Kamir menjelaskan, LRB merupakan teknologi sederhana yang memungkinkan dilakukan masyarakat untuk menyimpan dan mempertahankan air selama mungkin di dalam tanah. Selain itu, LRB berfungsi memproduksi kompos dari bahan organik. "Sumur resapan yang disarankan pemerintah pada kenyataannya sulit ditempuh masyarakat, karena keterbatasan lahan, kekhawatiran longsor, dan sebagainya. LRB berdiameter 10-30 sentimeter dan kedalaman sampai 100 sentimeter lebih realistis bagi masyarakat," kata Kamir. Untuk memproduksi kompos, lanjut Kamir, tinggal dimasukkan sampah organik ke dalam lubang. Pada saat tertentu, sampah itu berubah menjadi pupuk kompos yang dapat dipanen. Program pembuatan LRB Banjir besar di Jakarta pada awal Februari 2007, lanjut Kamir, mestinya dapat merangsang program pembuatan LRB, selain sumur resapan, dilaksanakan di Jakarta. Namun, hingga kini hal ini belum terealisasi, bahkan pemerintah cenderung melupakan upaya pencegahan banjir. "Pada Februari 2007 itu saya juga sempat diundang ke Istana Negara untuk memaparkan teknologi LRB ini. Selanjutnya, koordinasi dilakukan dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, tetapi sampai sekarang belum juga terlaksana pembuatan LRB ini di Jakarta," kata Kamir. Sarana pembuatan LRB, menurut Kamir, hanya dibutuhkan sebuah bor tangan. Mata bor dibuat sedemikian rupa sehingga mampu melubangi tanah dengan diameter 10-30 sentimeter dan kedalaman 100 sentimeter. "IPB membuat bor ini dan dijual untuk contoh sebesar Rp 150.000 per unit," urai Kamir. LRB dapat dibangun di halaman rumah, pinggir jalan raya, maupun lahan yang tertutup perkerasan sekalipun. Menurut Kamir, LRB perlu dibangun dalam skala luas, sehingga lebih efektif dalam mengembalikan air ke dalam tanah dan mencegah banjir pada saat turun hujan lebat. Mengacu pada istilah biopori, Kamir menjelaskan, LRB dengan sampah organik memungkinkan berbagai mikroorganisme dalam tanah dapat tumbuh. Selanjutnya, mikroorganisme tersebut menciptakan pori-pori di dalam tanah untuk penyerapan air dan penyediaan oksigen di dalam tanah. (RTS/NAW) Post Date : 18 April 2007 |