YOGYAKARTA, KOMPAS - Instalasi pengolahan air limbah Sewon, Bantul, belum digunakan optimal. Dari kapasitas pengolahan limbah domestik rumah tangga untuk 110.000 keluarga, baru sekitar 15.000 limbah keluarga yang ditangani. Minimnya jaringan pipa limbah menuju IPAL menjadi sebab.
"Kapasitas olahan belum maksimal dipakai. Ini jadi PR (pekerjaan rumah) teknis untuk memperbanyak jumlah sambungan," kata Ferry Anggoro, pengelola Kantor Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul, Rabu (23/6).
Untuk menambah jaringan pipa saluran limbah cair perumahan ke IPAL, DIY mendapat pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB) melalui Metropolitan Sanitation Management and Health Project (MSMHP) senilai Rp 98 miliar (2010-2014). "Proyek ini untuk memperluas cakupan pelayanan air limbah, memperbanyak jumlah sambungan, meningkatkan minat masyarakat agar menyambungkan septic tank ke jaringan pipa IPAL. Proyek ini untuk perbaikan sanitasi perkotaan," ungkapnya.
Melalui proyek ini, pemerintah akan menangani proyek pemasangan pipa induk, provinsi menangani pemasangan pipa lateral dan pemeliharaannya, sedangkan kabupaten/kota menangani penyambungan dari septic tank rumah-rumah warga ke pipa lateral. Pembangunan jaringan pipa akan didukung APBN dan APBD. "Kami targetkan tahun 2014 akan tercapai 3.000 sambungan baru di Sleman, 5.000 sambungan baru di kota, dan 6.000 sambungan baru di Bantul," tuturnya.
Pemasangan sambungan jaringan pipa hingga perumahan warga harus segera diwujudkan untuk menyelamatkan kondisi air tanah perkotaan. "Kondisi riil sekarang ini hampir 75 persen sumur di perkotaan tercemar bakteri E coli," tuturnya.
Untuk wilayah Kota Yogyakarta, warga diwajibkan menyambungkan septic tank dengan pipa jaringan IPAL. Setiap keluarga wajib membayar retribusi limbah Rp 3.000 per bulan.
Sekretaris Daerah Sleman Sutrisno menuturkan, biaya pengelolaan IPAL Sewon ditanggung Sleman, Yogyakarta, Bantul, dan DIY. Tahun 2009 dibutuhkan Rp 1,5 miliar. (RWN)
Post Date : 24 Juni 2010
|