|
Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membutuhkan peranan investor dari dalam maupun luar negeri untuk membuat sistem pengolahan sampah dengan teknologi tinggi. Namun, setelah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bojong ditolak warga, Pemprov DKI kini kesulitan merangkul investor. Sebetulnya sudah ada nota kesepahaman (MOU) antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan tiga investor luar negeri serta dua investor dalam negeri. TPST di Bojong itu yang pertama dibangun investor dalam negeri, kata Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Kamis (16/11). Hal itu dikatakan Sutiyoso di depan ratusan peserta sosialisasi pengolahan sampah dengan teknologi tinggi di Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Sutiyoso melanjutkan, di Tokyo ada 24 instalasi pengolahan sampah seperti di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bojong. Namun, TPST Bojong telah ditolak oleh lembaga swadaya masyarakat tanpa menawarkan alternatif lain. Adanya MOU dengan para investor sebelumnya, menurut Sutiyoso, diharapkan untuk dapat mengembangkan TPST-TPST selain di Bojong, Bekasi, Depok, dan Tangerang. Penolakan di Bojong merusak iklim investasi di bidang pengolahan sampah dengan teknologi tinggi, kata Sutiyoso dalam sosialisasi yang dihadiri ratusan pelajar SMA serta tokoh masyarakat tersebut. Kepala Dinas Kebersihan DKI Rama Boedi mengatakan, berdasarkan Rencana Induk Pengolahan Sampah DKI 2005-2015, salah satu kebijakan ke depan adalah menyelesaikan masalah sampah di wilayah DKI sendiri. Saat ini ditetapkan empat zona pelayanan dengan instalasi pengolahan sampah menjadi barang bernilai ekonomis, seperti energi listrik, kompos, dan material daur ulang. Instalasi pengolahan sampah dengan teknologi tinggi tersebut ramah lingkungan, kata Rama. Empat instalasi pengolahan sampah dengan teknologi tinggi direncanakan di Marunda (Jakarta Utara), Ragunan (Jakarta Selatan), Duri Kosambi (Jakarta Barat), dan Pulo Gebang (Jakarta Timur). Post Date : 17 November 2006 |