Investor Baru Harus Lebih Baik

Sumber:Suara Pembaruan - 17 April 2008
Kategori:Sampah Jakarta

Warga Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul dan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi sudah lama menderita karena keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah DKI Jakarta. Sekitar 40.000 jiwa warga di tiga kelurahan di daerah itu setiap saat menikmati bau busuk sampah TPA.

Hampir 6.000 ton sampah Jakarta diangkut ke lokasi TPA Bantar Gebang setiap harinya. Bau busuk dan lingkungan tidak sehat sudah menjadi gambaran buruk lokasi itu. TPA Bantar Gebang berada di areal tanah seluas 108 hektare. TPA ini merupakan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang berada di wilayah Kota Bekasi.

Rusaknya lingkungan sekitar TPA Bantar Gebang akibat pengelolaannya yang tidak baik. Selama ini, teknologi pengelolaan sampah yang diterapkan adalah sistem sanitary landfill (penguburan sampah setiap ketinggian dua meter).

Konsep pengelolaan sampah yang digariskan itu ternyata tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Sehingga pertengahan Mei 2007, perusahaan mitra Pemprov DKI Jakarta yang mengelola bisnis sampah ini, membuang air limbah sampah langsung ke kali yang berada di sekitar TPA. Akibatnya, tanaman sawah milik warga di sekitar TPA tercemar.

Belum lagi air bawah tanah yang dikonsumsi warga mulai tercemar. "Tidak ada yang bisa menjamin air di sekitar radius 300 meter dari lokasi TPA tidak terkontaminasi. Keberadaan TPA bisa sebagai bom waktu bila Pemprov DKI Jakarta tidak segera membuat kebijakan baru dalam mengelola TPA Bantar Gebang," kata salah satu tokoh masyarakat kelurahan Ciketing Udik, Warnadi (47), menanggapi keseriusan Pemprov Jakarta mengelola sampahnya.

Seharusnya, kata Warnadi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi ataupun Pemprov Jakarta melibatkan warga sekitar TPA dalam membuat suatu kebijakan baru di TPA. "Mengikutsertakan warga dalam membicarakan masa depan TPA sangat penting. Keterlibatan dalam menentukan kebijakan akan membuat warga merasa dihormati," kata dia dengan menyebutkan sekitar 70 persen dari total luas TPA Bantar Gebang merupakan wilayah Kelurahan Ciketing Udik.

Sementara itu, tokoh masyarakat lainnya dari Kelurahan Cikiwul, Ates Suryana (54) mengatakan, siapa pun pengelola TPA Bantar Gebang harus memperhatikan dampak sosial warga sekitar TPA. Segala bentuk kerusakan lingkungan yang sudah sedemikian parah diharapkan dapat diperbaiki.

"Selama ini warga sekitar TPA sudah loyal kepada DKI Jakarta. Sebaliknya, DKI Jakarta juga harus lebih proaktif memperhatikan warga yang menjadi korban bau sampah," kata warga yang tinggal di RT 04/03, Kelurahan Cikiwul, Bantar Gebang.

Ates menginginkan pengelolaan TPA harus jauh lebih baik dari saat ini. Hal itu sangat perlu, di samping membuat lingkungan sekitar TPA lebih baik juga akan bermanfaat bagi Kota Bekasi sendiri dalam mendapatkan penghargaan Adipura. "Kalau lingkungan TPA Bantar Gebang sudah baik, saya yakin tidak lama lagi Kota Bekasi mendapatkan Adipura," ungkap Ates yang masih asli kelahiran Cikiwul.

Sementara itu, Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, Bagong Suyoto (43), mengatakan, pencegahan pencemaran lingkungan harus menjadi prioritas dalam menjamin masa depan TPA Bantar Gebang. Kualitas air tanah akibat sampah akan mempengaruhi kondisi lingkungan TPA. "Limbah sampah yang meresap ke tanah akan menjadi tempat berkumpulnya berbagai penyakit. Kegiatan penimbunan sampah juga menimbulkan bau tidak sedap. Sampah harus dikelola dengan baik," kata dia.

Dampak bau bukan bersifat sementara. Tetapi selama sampah masih ditumpuk begitu saja maka berbagai macam penyakit seperti penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) akan selalu mengancam warga sekitar.

Pemerhati lingkungan hidup di Kota Bekasi, Benny Tunggul, menjelaskan, keberadaan TPA tidak hanya menimbulkan dampak lingkungan saja, tetapi juga menimbulkan dampak sosial. [Hotman Siregar]



Post Date : 17 April 2008