Jakarta, Kompas - Akses informasi iklim bagi petani masih amat kurang karena akses informasi melalui teknologi internet tidak dioptimalkan. Demikian temuan periset Australia dalam penelitian kolaboratif tentang perubahan iklim dan dampaknya bagi petani padi berlahan sempit di Indonesia.
”Dibandingkan dengan Australia, dampak perubahan iklim yang dirasakan petani relatif sama, yaitu masalah kekeringan. Tetapi, terdapat perbedaan besar, yaitu petani Australia sangat mudah mengakses informasi prakiraan cuaca melalui internet,” kata Catherine Tulloh, peneliti masalah perubahan iklim dari Australia Bureau of Agriculture and Resource Economics (ABARE) dalam konferensi pers, Rabu (9/12) di Jakarta.
Catherine yang terlibat dalam program Australia-Indonesia Governance Research Partnership (AIGRP) meneliti persepsi tentang perubahan iklim oleh 600 petani padi yang tersebar di enam kabupaten di Jawa (Karawang, Indramayu, Subang, Lamongan, Bojonegoro, dan Tuban). Salah satu kesimpulan yang didapat adalah perubahan iklim telah menimbulkan kerentanan biologis dan ekonomis pada sistem produksi padi.
Beberapa peneliti lain yang terlibat antara lain Evan Calford (ABARE), Melanie Ford (ABARE), Ronnie S Natawidjaja (Direktur Pusat Kebijakan Pertanian dan Agribisnis Universitas Padjajaran), Dika Supyandi (Universitas Padjajaran), dan Ahmad Choibar Tridakusumah (Universitas Padjajaran).
Beberapa rekomendasi hasil penelitian selama tahun 2009 diajukan kepada pemerintah, meliputi pembentukan sekolah lapang bagi petani di setiap desa, terutama untuk memahami masalah adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Selanjutnya, peningkatan akses informasi iklim dan cuaca, perbaikan sistem irigasi (diketahui 80 persen rusak), sistem insentif dan asuransi pertanian, dan riset varietas baru untuk adaptasi perubahan iklim.
”Jika dipertahankan tetap seperti sekarang, 10 sampai 20 tahun ke depan kondisi pertanian akan sangat parah,” ujar Ronnie.
Berdasar penelitian itu dijumpai sebanyak 43 persen petani tidak menyadari adanya perubahan suhu. Sebanyak 44 persen menyadari adanya perubahan suhu yang makin menghangat.
Menurut Ronnie, hampir setiap petani kecil—kepemilikan lahan di bawah satu hektar—tidak pernah dikenalkan pada masalah perubahan iklim. Ia mengusulkan, para penyuluh pertanian dihidupkan kembali dan menjadi fokus penyebaran informasi tentang perubahan iklim.
Mengenai pola curah hujan, sebanyak 38 persen petani tidak sadar atau tidak yakin telah terjadi perubahan pola curah hujan. Sebanyak 35 persen menyadari pola hujan yang makin pendek.
Berdasar data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pada 10 tahun terakhir terjadi tren penurunan. Pada 1998 terdapat curah hujan 4.059 milimeter per tahun. Tahun 2003 curah hujan 2.236 milimeter per tahun, cukup rendah karena pengaruh gejala El Nino. (NAW)
Post Date : 10 Desember 2009
|