Intensitas Banjir Naik

Sumber:Kompas - 09 Februari 2008
Kategori:Banjir di Jakarta
Jakarta, Kompas - Intensitas banjir di wilayah Jakarta cenderung naik, sementara periodenya yang dikhawatirkan terjadi lima tahunan kini bisa setiap tahun. Sementara itu, di berbagai wilayah Indonesia, jumlah korban dan kejadian banjir serta tanah longsor termasuk fluktuatif, tetapi cenderung meningkat pula.

Ada dua hal yang perlu ditelaah sebagai penyebab bencana yang cenderung meningkat itu, yaitu ada fenomena perubahan iklim dan pembangunan yang dilakukan masyarakat, kata Kepala Biro Data Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Priyadi Kardono, Jumat (8/2) di Jakarta.

Dia mengatakan, mitigasi atau pengurangan risiko bencana untuk masa-masa yang akan datang harus didasari hasil penelaahan terhadap penyebab bencana. Namun, harus diakui memang tidak mudah menghindarkan diri dari bencana akibat dua hal tersebut.

Pakar perubahan iklim dari Institut Teknologi Bandung, Armi Susandi, mengatakan, pada dasarnya upaya mitigasi bencana dapat ditempuh melalui pendekatan teknologi. Untuk Jakarta, pendekatan teknologi yang dapat dilakukan misalnya membuat jebakan air di tengah kota.

Jebakan air bisa sebuah situ, atau terowongan (deep tunnel) yang difungsikan untuk menunjang kelangsungan pemenuhan kebutuhan warga, kata Armi.

Dia mengatakan, pendekatan teknologi deep tunnel di Jakarta perlu ditindaklanjuti. Fungsi yang bisa dioptimalkan adalah untuk menunjang pengolahan air hujan tertampung menjadi air minum.

Fungsi lain, pada musim kemarau bisa untuk jalur transportasi bawah tanah, atau pengelolaan air limbah perkotaan. Menurut Armi, pendekatan teknologi ini sangat bergantung pada kemauan politik pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Jumlah korban

Priyadi mengatakan, dari data Bakornas PB, jumlah korban banjir, tanah longsor, dan banjir yang disertai tanah longsor sejak 2002 sampai 2007 tetap tinggi. Ketiga kategori bencana itu dalam enam tahun berturut-turut telah menelan jumlah korban 3.308 jiwa.

Berturut-turut dari tahun 2002 sampai 2007 jumlah kejadian banjir 51 kali, 159 kali, 285 kali, 248 kali, 328 kali, dan 154 kali, kata Priyadi.

Menurut dia, kecenderungan meningkatnya jumlah kejadian bencana banjir itu terkait isu perubahan iklim sekaligus pembangunan yang mengubah peruntukan lahan. Kedua penyebab itu tidak bisa dipisahkan sehingga upaya mitigasi harus dengan menelaah kedua masalah tersebut.

Armi mengatakan, dua ciri penanda isu perubahan iklim adalah intensitas curah hujan melebihi rata-rata sebelumnya dan curah hujan tak sesuai musimnya.

Banjir di Sungai Bengawan Solo 26 Desember 2007 dan di Jakarta 1 Februari 2008 itu akibat intensitas curah hujan ekstrem. Tetapi, itu menjadi bencana banjir karena 70 persen akibat perubahan peruntukan lahan, sedangkan 30 persen karena curah hujan yang tinggi, katanya. (NAW)



Post Date : 09 Februari 2008