BANDUNG, KOMPAS - Kementerian Lingkungan Hidup tidak merekomendasikan kota/kabupaten membangun insinerator pengolah sampah. Daerah justru didorong mengurangi timbunan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) dengan cara mengurangi, memanfaatkan kembali, dan mendaur ulang sampah.
”Dalam peraturan pemerintah (PP) yang sedang disusun, kami tidak merekomendasikan pembangunan insinerator. Selain potensi polusi udara tinggi, biaya operasionalnya juga mahal,” kata Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup R Sudirman, Senin (20/12) di Bandung.
Sudirman yang pernah menjadi penasihat pembangunan insinerator di Bali menyebutkan, tingkat kegagalan pemerintah daerah menjalankan insinerator cukup tinggi. Kota Surabaya pernah membangun insinerator, tetapi saat ini sudah tutup. Meski masih beroperasi, insinerator di Bali pun sedang kepayahan.
”Dengan latar belakang itu, kami tidak merekomendasikan insinerator. Pengolahan sampah dengan biaya lebih murah bisa lewat penerapan 3R, reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), dan recycle (mendaur ulang),” lanjutnya.
Menurut dia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 menekankan pengurangan timbunan sampah di TPA. Hal itu disebut bakal diturunkan menjadi PP yang tengah dibahas. PP tinggal dibahas dalam forum pertemuan antarkelembagaan, tahap akhir sebelum menjadi PP. Sudirman memperkirakan paling lama dua bulan lagi PP itu terbit.
7 persen
PP itu akan mewajibkan pemda mengurangi 7 persen timbunan sampah di TPA dalam waktu setahun. Hingga 2014 ditargetkan sampah di TPA berkurang 30 persen. Menurut Sudirman, jika kota/kabupaten ingin dapat piala Adipura, target itu harus terpenuhi.
Wali Kota Bandung Dada Rosada menegaskan, peraturan daerah tentang biaya jasa pengolahan sampah memakai insinerator tetap harus diselesaikan secepatnya. ”PLTS (insinerator) tetap prioritas. Pembahasan perdanya didahulukan,” kata Dada.
Sebelumnya, Guru Besar Teknik Lingkungan ITB Enri Damanhuri menyebutkan, insinerator tetap membutuhkan lahan terbuka sebagai lokasi pembuangan abu hasil pembakaran. Menurut dia, abu bisa diolah menjadi material bangunan, tetapi tetap menyisakan abu yang tak bisa diolah.
Menanggapi hal itu, Dada menyatakan, lokasi pembuangan abu bakal dipikirkan kemudian. ”Kami akan kerja sama dengan daerah lain yang punya wilayah luas untuk membuang abu pembakaran. Masalah lokasi ini tidak terlalu sulit,” ungkapnya.
Terkait dengan pengurangan sampah, Pemerintah Kota Bandung menandatangani perjanjian kerja sama dengan pengusaha ritel dalam hal pengurangan plastik. Menurut Sekretaris DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Jabar Henri Hendarta, konsumen masih perlu disadarkan tentang pemakaian kantong plastik.
”Konsumen kadang meminta plastik tambahan saat berbelanja. Kami sudah menyiapkan tas khusus yang bisa dipakai berulang kali dengan bahan campuran kertas dan plastik yang ramah lingkungan. Tetapi, masih sedikit konsumen yang memakai tas itu,” kata Henri yang juga Senior Manager Yogya Group. (HEI)
Post Date : 21 Desember 2010
|