Insinerator Pakai Teknologi China

Sumber:Koran Sindo - 28 Desember 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

BANDUNG (SINDO) – Pemerintah Kota Bandung memastikan teknologi yang akan dipakai untuk insinerator atau pembakaran sampah diadopsi dari China.

Meski begitu,pemerintah menjamin teknologi ini tidak akan berdampak terhadap lingkungan. “Ya, jangan dikomparasikan dengan motor China (mocin). Hal itu jauh berbeda dengan teknologi yang akan dipakai dalam mesin pengolah sampah.Kita juga harus lihat per bagiannya. Bisa saja kita pakai kapel pembakaran yang paling bagus yang nilainya hingga Rp1 triliun. Lagian, selama ini meskipun teknologi yang dipakai dari China, tetapi tidak ada keluhan dari user (pengguna),” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Edi Siswadi seusai sosialisasi rencana pembangunan tempat pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan,kemarin di Hotel Horison, Kota Bandung. Menurut Edi, meskipun teknologi pengolahan sampah diadopsi dari China,pihaknya menjamin ramah lingkungan.

Dengan teknologi tinggi tentunya akan dibutuhkan kompensasi besar pula. Pemkot Bandung memilih menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dengan biaya lebih mahal ketimbang berisiko terhadap kesehatan warga. “Tidak seperti yang ada di Denpasar, meskipun di sana ada kompensasi berupa pemasukan bagi pemerintah daerah karena biayanya lebih murah, tetapi berdampak bagi lingkungan. Justru, kita mau mereduksi dioksin dengan sistem zero waste yang tidak menyisakan sampah.” ”Bahkan dibandingkan dengan sistem pembakaran lainnya,teknologi yang kita pakai menghasilkan dioksin yang paling kecil dibandingkan sistem pembakaran lain yang ada,”jelas Edi. Meski terbilang mahal, Edi meyakinkan mampu membayar biaya jasa.

Hal itu didukung dengan Raperda Biaya Jasa Pengolahan Sampah (Tipping Fee) yang kini dibahas DPRD Kota Bandung.Raperda tersebut juga akan digunakan untuk memberikan jaminan kepada investor dalam pembangunan insinerator.“ Perda ini sebagai payungnya dan meyakinkan jika kita akan membayar tipping fee secara berkesinambungan,” tandas Edi. Wali Kota Bandung Dada Rosada mengatakan, besaran biaya jasa pada pihak swasta dalam pembakaran sampah menggunakan insinerator masih dalam pembahasan. Sebelumnya, biaya jasa itu diperkirakan mencapai Rp289.000 per ton. “Kami masih terus melakukan pembahasan untuk menentukan besaran biaya jasa yang pas. Biaya jasa ini akan sangat bergantung kepada modal yang ditanamkan pihak investor. Kalau modal yang ditanamkan lebih besar, tentunya biaya jasa yang akan dikeluarkan lebih kecil,”ujar Dada.

Menurut dia, dalam pengolahan sampah nanti sisa limbah berupa air lindi akan dialirkan ke instalasi pengolahan air kotor di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. “Selain ada yang digunakan kembali untuk pengolahan, tentunya ada yang dibuang.Sisa air lindi tersebut tentunya tidak bisa dipakai seluruhnya dan yang tidak terpakai itulah yang dibuang,” jelas Dada. Sebelumnya diberitakan SINDO, rencana Pemerintah Kota Bandung mengelola sampah melalui metode insinerator dengan cara pembakaran harus dipertimbangkan. Jangan sampai teknologi yang digunakan asal-asalan dan berdampak negatif pada masyarakat. Pengamat persampahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Enri Damhuri mengatakan, menggunakan konsep insinerator berarti berbicara teknologi, mulai yang biasa sampai yang supercanggih.

Insinerator dengan teknologi supercanggih tentu akan mengeluarkan biaya yang sangat mahal, begitu pun sebaliknya.Dengan teknologi canggih, pencemaran pun bisa diredam. “Seperti kita mau beli motor, mau yang buatan Jepang atau China. Harganya pun akan lebih bervariasi karena teknologinya bervariasi. Misalnya yang lebih murah akan lebih mudah mogok, begitu pun dengan insinerator.Tidak ada yang salah dengan insinerator. Saya tidak alergi dengan pembakaran sampah. Persoalannya, teknologi insinerator apa yang akan kita pakai, apakah yang suka mogok atau memang yang supercanggih,” ungkap Enri saat dihubungi SINDO,beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, di sejumlah negaraAsia Tenggara seperti Singapura, Thailand, serta China sudah menerapkan teknologi ini untuk mengolah sampah. Bahkan, Singapura memiliki lima pabrik pembakaran sampah, empat di antaranya dikelola swasta dan satu lagi oleh pemerintah.Hanya, biaya pembakaran memang cukup mahal, yakni mencapai Rp450.000 per ton.Pemerintah membayar kepada pihak swasta yang hanya berfungsi sebagai pabrik pembakaran sampah. Teknologi yang digunakan pun sangat canggih dan nyaris tidak pernah menemukan kendala. Di Jepang juga semua sudah menerapkan teknologi insinerator tersebut. “Nah, dari studi kami di ITB, teknologi ini sudah dipakai oleh Jakarta,kota yang dianggap paling maju.Jakarta mengeluarkan biaya Rp100.000 per ton.Tapi ya itu tadi, sering mogok.

Kita memang masih menggunakan teknologi China. Sekarang kembali ke Bandung, apakah kita mampu mengeluarkan biaya yang mahal agar mendapat teknologi insinerator supercanggih, karena ini semua menyangkut pengendalian pencemaran. Jadi kembali lagi, apakah kita mau membeli mobil atau motor buatan China atau Jepang?”tandas Enri. Sementara itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Biaya Jasa Pengolah Sampah Berbasis Teknologi melalui Mekanisme Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (Tipping Fee) Riantono menjelaskan, raperda yang sedang dibahasnya sangat penting sebagai jaminan bagi para calon investor, bahwa pemerintah akan membeli produk yang dihasilkan PLTSa yang salah satunya berupa tenaga listrik.

“Kita jangan berbicara terlalu jauh karena raperda ini tidak berbenturan dengan mekanisme.Adapun terkait biaya pengolahan sampah dan lainnya memang bisa saja kita gunakan aspek yuridis lain seperti UU No 18 Tahun 2008 yang mengarah pada cukup hanya dengan perwal. Namun, itu terlalu jauh karena pembahasan belum mengarah pada besaran biaya. Saya tegaskan raperda ini hanya sebagai jaminan bagi para calon investor yang tertarik pada PLTSa,” beber Riantono kepada SINDO. Riantono mengatakan, raperda ini merupakan dukungan penuh DPRD Kota Bandung terhadap program Pemkot Bandung untuk menyelesaikan persoalan sampah.Terlebih, 2011 nanti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti akan habis masa pakainya.

“Kalau hal ini tidak diantisipasi dari sekarang, mau dikemanakan sampah warga Kota Bandung?” tandasnya. (agung bakti sarasa)



Post Date : 28 Desember 2010