Inga... Inga... Banjir So Dekat"

Sumber:Suara Pembaruan - 19 November 2005
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Seakan terbuai dengan gencarnya kabar Dr Azahari, seolah-olah naiknya BBM tak lagi berarti, beberapa warga Pancoran Mas (Panmas) dan Sukmajaya yang ditemui baru-baru ini, tersentak ketika diingatkan banjir sebentar lagi datang. "Ah ya, gara-gara Doktor Azahari, teror bom, dan harga-harga yang tetap selangit, jadi lupa membicarakan hujan dan banjir. Terus mau apalagi, setiap tahun juga begitu. Tak ada persiapan khusus hanya mental dan iman sajalah yang diperkuat. So capek kita," kata Linda Sumampauw (45), warga Panmas, Depok.

KELUARGA Damanik (40) di Sukmajaya, setiap menjelang Desember, pasrah saja. Sama dengan Linda, dia pun tak ada persiapan khusus.

Sudah lama dia mengganti kursi di rumahnya dengan stelan jati tahan air tanpa busa. Spring bed-nya sudah berkali-kali terendam air, jadi kalau terendam sekali lagi, tinggal dijemur lagi.

Istrinya pun belum berhasrat untuk menghias ruang tamunya dengan macam-macam guci atau bunga. "Yang penting, istri dan anak-anak selamat. Kalau banjir dan tidak bisa masuk rumah, kami mengungsi lagi ke rumah mertua," kata warga Perumahan Taman Duta itu.

Dia masih ingat, tahun 2002 lalu, saat banjir dahsyat menimpa perumahan itu setelah tanggul Kali Laya jebol, rumahnya terendam setinggi satu meter. Hampir semua perabotan rusak. Walaupun dia tahu daerah rumahnya selalu banjir, tapi dia belum berniat untuk pindah.

"Tunggu tidak banjir lagi, atau menunggu pembebasan tanah saja. Karena menurut kabar dari PU, tempat saya tinggal di Jl Kemuning ikut terkena proyek tol JORR," kata wiraswastawan itu.

Via dan Magda, warga Panmas yang bekerja di Jakarta, sangat mengkhawatirkan keberadaan Jl Margonda Raya. "Tidak hujan saja macet, hujan sedikit saja banjir. Gimana kalau hujan lebat, banjir, lalu macet total? Aduh enggak kebayang deh," kata Via.

Belum ada warga Depok yang tau bagaimana kira-kira "bentuk" dan "wajah" Depok saat curah hujan semakin meningkat, terutama di bulan Desember dan Januari nanti. Pasalnya, tahun ini saja, dua mal besar, masing-masing ITC Depok dan Depok Town Square, sudah berdiri megah. Di samping itu, Margo City Square, juga terus mengejar waktu menyelesaikan proyek besarnya.

Tanpa bangunan-bangunan itu saja, wilayah Margonda sudah banjir. Apalagi nanti? Belum, tahu persis. Apalagi sampai saat ini, masih banyak persyaratan site plan belum dipenuhi oleh para developer.

Kehadiran mereka memang merupakan perkembangan positif. Sayangnya, tak dikelola baik oleh Pemkot Depok.

Perkembangan perdagangan di Jl Margonda menjadi tak terkendali. Penetrasi kegiatan perdagangan dibiarkan memusat di kawasan ini. Akibatnya, berbagai persoalan pun bermunculan. Ruas jalan yang menjadi pintu gerbang Kota Depok itu, sudah over loaded.

Problem lain adalah Depok sebagai kota pemukiman, yang kondisi alamnya telah berubah sangat jauh. Air Depok yang dulu dikenal bersih dan dingin, bak air pegunungan, kini sudah makin tercemar.

Gorong-gorong

Polusi udara, serta bertambah luasnya areal hijau yang dibuka untuk perumahan, menyebabkan udara Depok tak lagi dapat dikatakan sejuk.

Hal tersebut juga diakui oleh Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Depok, Yayan Arianto.

Seharusnya, di Jl Margonda Raya itu ada empat gorong-gorong yang saling bersilang, yang pertemuannya dialirkan ke Kali Ciliwung. Ternyata, hal itu belum terlaksana sepenuhnya.

Dalam rencana dan strategi (renstra) tahun 2005, Dinas PU berupaya menanggulangi banjir di tujuh lokasi, seperti membuat sodetan air dari Terminal Depok ke Sungai Ciliwung.

PU juga membuat pembuangan air di belakang Alfa Depok, relokasi situ dan pengerukan saluran air di sepanjang Jl Margonda, karena sedimen yang ada di saluran air tersebut kondisinya sudah sangat parah. Jalan-jalan diperbaiki menggunakan beton dan hotmix.

Yayan mengakui, saat ini 80 persen jalan di Kota Depok tidak memenuhi syarat jalan perkotaan. Pasalnya, tidak dilengkapi dengan saluran air. Akibatnya, sering timbul genangan-genangan di musim hujan.

"Tidak semua titik banjir akibat sampah dan lumpur. Beberapa tempat, rawan banjir karena dataran permukaan tanah jalanan dan pemukiman lebih rendah dari pada saluran air, seperti di daerah Grogol, Kecamatan Limo.

Kasus lain, banyak saluran pembuangan air menyempit karena diuruk oleh warga. Termasuk juga penyempitan danau atau situ karena sebagian telah diuruk atau dijadikan tempat pembuangan sampah dan dirikan bangunan liar," katanya.

Titik-titik Banjir

Linda, Damanik, Via, dan Magda atau banyak warga Depok lainnya, saat ini masih bisa tidur nyenyak. Namun, tidak bagi Yayan Arianto.

"Bulan-bulan rawan banjir nanti, bukan saya saja yang tak nyenyak tidur, saya rasa Pak Sutiyoso (Gubernur DKI, Red) juga. Apakah ada laporan tanggul yang jebol, air yang meluap di luar dugaan, dan seterusnya," katanya.

Dia berharap, hujan tidak sedahsyat tahun lalu karena tahun ini tidak ada kemarau panjang. Hujan juga terjadi sepanjang tahun, walau tidak terus-menerus. "Semoga bulan Desember hingga Januari nanti tidak terjadi hujan terus-menerus," katanya.

Melihat titik-titik lokasi banjir di Depok, terkesan Kota Depok telah terkepung banjir karena merata di enam kecamatan. Angka titik banjir bisa berubah-ubah dengan genangan air yang berbeda-beda.

Tahun 2004, tercatat 57 titik banjir di Kota Depok. Hingga Januari 2005, berdasarkan cacatan dari Welman Naipospos, Kasie Pembangunan Pengairan Dinas PU Depok, ada 23 peristiwa banjir. Jadi, sepanjang Januari hingga November ini, ada yang berkurang, tapi juga ada yang bertambah.

Sayangnya, belum tampak persiapan khusus dari aparat Pemkot mengantisipasi banjir yang sudah makin dekat. Seperti di Bukit Cengkeh, sebagai langganan banjir juga tak tampak imbauan, apalagi persiapan teknis dari warga melalui perangkat RT dan RW untuk mulai membersihkan gorong-gorong dan sampah.

Kabag Infokom Pemkot Depok, Ajat Sudrajat mengatakan, sebenarnya penjabat Wali Kota Depok, Warma Sutarman dalam rapat mingguan minggu lalu secara lisan telah mengimbau hal itu melalui para lurah.

Senada dengan itu, Yayan Arianto juga menjelaskan, pemeliharaan sarana dan prasarana banjir dilakukan sepanjang tahun berjalan. Bulan depan, Dinas PU sudah menetapkan beberapa langkah, seperti piket 24 jam, yakni menerima pengaduan masyarakat melalui hotline service.

Mereka juga membentuk tim satuan tugas (satgas) yang bertugas membantu mengangkut sampah dari saluran-saluran air yang menyebabkan jebolnya tanggul. Beronjong kawat disiapkan, merupakan bantuan dari pusat.

Mereka berusaha mengurangi debit air bila sudah banjir, dan siap melaksanakan bantuan apabila terjadi banjir besar. "Tidak ada anggaran khusus. Kami tetap mengacu pada anggaran yang berjalan dan anggaran tahun depan," katanya.

Tahun ini, Dinas PU menganggarkan biaya Rp 18 miliar untuk banjir sedangkan untuk tahun 2006 diajukan kenaikan 10 persen menjadi Rp 20 miliar. "Masalah banjir harus menjadi tanggung jawab bersama antardinas, yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Dinas Kesehatan (Dinkes), Satuan Pamong Praja (Satpol PP), Disnakersos, termasuk Dinas Bangunan," katanya.

PU juga sangat mengharapkan dukungan masyarakat untuk mulai membersihkan sampah dari saluran. Selanjutnya, tidak pernah lagi membuang sampah ke kali atau saluran yang menyebabkan banjir.

Masalah banjir memang masalah bersama. Bila semua memainkan perannya secara proporsional dan proaktif dengan kesadaran tinggi, setidak-tidaknya masalah banjir sedikit bisa berkurang. Banjir terjadi, semua jadi sudah. Karena itu, inga...inga...banjir so dekat.

Pembaruan/Rina Ginting

Post Date : 19 November 2005