|
Jakarta, Kompas - Pemerintah mengakui, infrastruktur pengairan praktis kurang terawasi dan tidak mendapatkan pemeliharaan yang memadai. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengemukakan, pengawasan dan pemeliharaan terhadap infrastruktur pengairan hingga kini memang lemah. Menurut Djoko, pemeliharaan irigasi dengan luas di bawah 1.000 hektar (ha) merupakan tanggung jawab kabupaten/kota, irigasi seluas 1.000-3.000 ha dikelola pemerintah provinsi, sedangkan irigasi dengan luas lebih dari 3.000 ha merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. ”Kelemahannya, kita senang bikin waduk, bendung, jembatan, tetapi kurang dipelihara karena dianggap tidak prestisius. Padahal, pembangunan infrastruktur tanpa pemeliharaan itu omong kosong,” kata Djoko. Guna mengoptimalkan pemeliharaan, kegiatan operasi dan pemeliharaan untuk irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan ke pemerintah provinsi. Selain itu, Departemen PU menginstruksikan agar aparat dinas yang terkait membuat laporan tentang kondisi jaringan dan irigasi tiap pekan. Hal senada dikatakan Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Menko Perekonomian Bayu Krisnamurthi. Menurut Bayu, pemerintah daerah diingatkan agar bertindak lebih serius dalam menanggulangi masalah infrastruktur pengairan. Ini ditekankan karena 63 persen dari 7,5 juta ha lahan pertanian irigasi di Indonesia ada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah. 714.000 hektar rusak Direktur Jenderal Sumber Daya Air Iwan Nursyirwan mengatakan, saat ini total kerusakan jaringan irigasi mencapai 714.000 ha, meliputi kerusakan ringan, sedang, dan berat. Seluas 514.000 ha di antaranya rusak akibat bencana alam pada 2007-2008. Kerusakan jaringan irigasi pada 2004 awalnya mencapai 1,5 juta ha dari total luas jaringan 6,7 juta hektar. Kerusakan itu di antaranya meliputi tanggul, tanggul sungai, bendung, dan pintu air. Hingga 2008, jaringan irigasi yang sudah diperbaiki adalah 1,3 juta ha sehingga sisa kerusakan 200.000 ha. Namun, bencana alam pada 2007-2008 menambah kerusakan jaringan irigasi sebesar 514.000 ha. Total biaya perbaikan jaringan irigasi itu mencapai Rp 4,28 triliun. ”Kami menargetkan, perbaikan 200.000 hektar jaringan irigasi yang rusak akan tuntas pada 2009,” kata Iwan. Perbaikan total Secara terpisah, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengungkapkan, masalah kekeringan yang melanda area persawahan beririgasi tidak bisa diatasi sesaat. Harus ada perbaikan lingkungan secara total mulai dari hulu sungai sampai infrastruktur irigasi. ”Problem terbesar penyebab kekeringan adalah kerusakan lingkungan. Pendangkalan terjadi di waduk-waduk akibat sedimentasi yang disebabkan penggundulan tanaman tahunan di daerah aliran sungai,” tuturnya. Menurut Mentan, akibat kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai, debit air waduk susut. Pendangkalan terjadi di waduk- waduk sehingga, ketika kemarau, air irigasi tidak mampu menjangkau wilayah pengairan. Masalah lingkungan harus diatasi secara total, tidak bisa sendiri-sendiri. Misalnya dengan melakukan gerakan penghijauan, perbaikan saluran irigasi, dan pembangunan embung-embung atau waduk-waduk kecil. Menteri Pertanian membantah tuduhan pemerintah tidak melakukan perbaikan infrastruktur irigasi. Perbaikan selalu ada, tetapi laju perbaikan dan pembangunan kalah cepat dibandingkan dengan laju kerusakan dan konversi lahan. (OIN/MAS/LKT) Post Date : 31 Juli 2008 |