Denpasar, Kompas - Untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan sekaligus menekan konsumsi penggunaan air bawah tanah, Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar, Bali, meminta semua kalangan industri, termasuk industri rumah tangga, melengkapi unit usaha mereka dengan instalasi pengolahan air limbah atau IPAL.
Apresiasi khusus akan diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar kepada kalangan industri yang ramah lingkungan. Kalangan industri dan kantor yang menerapkan praktik ramah lingkungan dan mengolah limbahnya dengan baik akan diberi gelar kantor hijau (green office).
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Denpasar AA Bagus Sudharsana mengemukakan hal itu di sela-sela pemberian penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia kepada perusahaan pencucian mobil QC 30 di Denpasar, Minggu (10/10). ”Kami pastikan semua hotel dan rumah sakit sudah dilengkapi IPAL yang modern, yang keberadaannya terus kami cek secara berkala. Kami dorong agar industri dengan skala lebih kecil hingga industri rumahan pun mengelola limbahnya secara swadaya,” kata Bagus.
Catatan BLH Bali tahun 2009, intrusi telah terjadi di kawasan wisata utama, yakni Kuta, Sanur, Lovina, dan Candidasa. Intrusi air laut di Sanur dan kawasan Denpasar selatan paling parah, sekitar 1 kilometer dari pantai dengan kedalaman 25 meter. Di Kuta, Candidasa, dan Lovina intrusi terjadi sekitar 5-7 meter dari bibir pantai. Bali diperkirakan akan mengalami krisis air bersih tahun 2025.
Eksploitasi besar-besaran air bawah tanah diduga menjadi penyebab fenomena intrusi air laut di beberapa wilayah. Selain digunakan kalangan perhotelan dan industri air minum kemasan, air bawah tanah juga menjadi bahan baku perusahaan daerah air minum di Bali. PDAM Denpasar, misalnya, sekitar 50 persen dari konsumsi 2,3 juta meter kubik air per bulannya berasal dari air bawah tanah. (BEN)
Post Date : 11 Oktober 2010
|