|
BANDUNG, (PR).Perusahaan industri yang menggunakan air tanah secara besar-besaran pada daerah yang kritis air disinyalir masih terus berlangsung terutama di wilayah cekungan air, tanah (CAT) Bandung. Mereka kebanyakan memanfaatkan izin yang ada dengan memperluas pengeboran, misalnya, dari satu bor sumur yang diizinkan menjadi lima sumur bor. "Mereka menggunakan prinsip "darmaji", dahar lima ngaku hiji (yang diizinkan satu tapi pada kenyataannya mempunyai lima). Dari disitulah kami meminta agar perusahaan yang melakukan hal seperti itu segera menghentikannya, karena akan merusak air tanah di wilayah tersebut," kata Sekertaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Setia Hidayat usai membuka Rapat Sinkronisasi Program Sektor Pertambangan dan Energi 2006 di Kantor Distamben Jabar, Rabu (22/3). Pada kesempatan itu, Setia Hidayat meninjau pameran produk pertambangan dan energi yang pesertanya dari berbagai perusahaan dan LSM, seperti perusahaan kompor gasmit, solar cell, kompor batu bara, kompor gas dari kotoran sapi, dan produk pertambangan lainnya. Lebih lanjut Setia Hidayat mengatakan, pemanfaatan air tanah ada kapasitas maksimumnya, sehingga penggunaan air tanah bisa terkontrol. "Namun, karena keserakahan manusia, air tanah dikuras habis tanpa ada pengendalian." Secara konsep, untuk menanggulangi krisis air di CAT Bandung, Waduk Saguling akan dimanfaatkan sebagai penyuplai air ke Bandung Raya. Tetapi karena kualitas air Saguling buruk, terkontaminasi limbah pabrik, konsep itu tidak dilakukan. "Di Los Angeles Amerika Serikat, air bersihnya berasal dari Colorado yang disalurkan sejauh 600 mil, karena sesuai konsep pelaksanaannya dapat dilakukan," katanya. Ground tank Kepala Dinas Pertambangan Jawa Barat, Ismail Hasjim mengatakan, kebutuhan air di Bandung Raya memang cukup tinggi, sementara kondisi air tanah sudah kritis. "Jadi, banyak perusahaan yang mencari jalan pintas dengan memperbanyak sumur bor." Untuk memenuhi kebutuhan air seharusnya perusahaan hotel, industri, dan rumah makan tidak memperbanyak sumur bor tapi dengan cara membuatkan ground tank (penampung air bawah tanah) yang airnya diambil dari sumber air tanah di zona yang masih aman. "Di negara lain, kesadaran lingkungannya cukup tinggi sehingga sudah banyak melakukan hal itu, tapi di Bandung masih sedikit ditemukan. Padahal, Bandung sudah dalam keadaan kritis air," katanya. Disebutkan, selama 2005 Distamben Jabar telah menyegel 80 buah sumur bor ilegal berskala besar dan kecil. "Perusahaan yang paling banyak memanfaatkan air secara ilegal adalah hotel, rumah makan, dan industri," kata Ismail. Ismail mengimbau kalangan pengusaha terutama di wilayah yang mengalami kritis air cukup tinggi yakni Bandung Raya, Bogor, dan Pantura untuk menggunakan jumlah air sesuai izin yang diberikan. (A-113) Post Date : 23 Maret 2006 |