TANGERANG - Pemerintah Kabupaten Tangerang akan melarang pihak industri mengambil air tanah. Penggunaan air tanah oleh pihak industri secara terus-menerus dan tak beraturan telah menyebabkan debit air berkurang. "Kualitasnya semakin jelek," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Hermansyah di Sepatan kemarin.
Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, sebanyak 90 persen dari 4.000 lebih industri di wilayah itu hingga kini masih menggunakan air tanah. "Secara bertahap industri akan dilarang memakai air tanah," tutur Hermansyah. Selain itu, pengambilan air bawah tanah oleh ribuan industri itu telah menyebabkan intrusi air laut meluas dan mencemari air tanah. "Airnya menjadi anta," ujar Hermansyah.
Pelarangan penggunaan air tanah akan diatur dalam sebuah peraturan daerah. Selain itu, pemerintah berencana menaikkan pajak air tanah. "Bila perlu, pelarangan penggunaan air bawah tanah sampai 100 persen," kata Hermansyah.
Buruknya kualitas air tanah di wilayah Tangerang tidak sepadan dengan penyediaan jaringan air bersih bagi warganya. Direktur Utama Perusahaan Air Minum Tirta Kerta Rahardja Kabupaten Tangerang Subekti mengakui banyak warga yang belum terlayani air bersih. "Baru 11 persen dari 3,4 juta jiwa," kata Subekti seusai penandatanganan kerja sama dengan PT Aetra Air Tangerang kemarin.
PT Aetra akan memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga yang belum menikmatinya. Mereka akan beroperasi untuk lima kecamatan di Tangerang, yaitu Sepatan, Pasar Kemis, Balaraja, Jayanti, dan Cikupa. Hermansyah juga berharap, setelah kerja sama itu terjalin, warga dan industri tak lagi menggunakan air tanah. "Industri yang selama ini menggunakan air tanah akan diarahkan menggunakan air permukaan," tutur Hermansyah.
Kini warga yang belum menikmati air bersih di Tangerang harus membeli air bersih dari gerobak penjaja air dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per jeriken berisi 20 liter air dengan kualitas yang meragukan. Sedangkan industri membelinya dengan harga Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per truk air.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan tak akan menaikkan tarif air bersih untuk masyarakat berpenghasilan rendah. "Yaitu kelompok kecil dengan tarif Rp 1.050 per meter kubik dengan penggunaan yang terbatas," ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. "Meski ada kecenderungan bahwa kelompok itu menggunakan air secara berlebihan."
Menurut Fauzi, sebelumnya sudah ada pengajuan kenaikan tarif dari operator. PT Palyja meminta kenaikan tarif untuk golongan rumah tangga sebesar 22,7 persen. Kenaikan itu dinilai wajar karena sudah dua tahun belum ada kenaikan. "Saya kira yang diminta operator terlalu tinggi," kata Fauzi. Joniansyah | Eka Utami Aprilia
Post Date : 17 Juni 2009
|