|
BANDUNG, (PR).- Kalangan industri di kawasan Bandung Selatan (KBS) dinilai serakah, karena selain mengeksploitasi air tanah, mereka juga menyedot air permukaan dan irigasi. Akibatnya, para petani mengalami kesulitan mendapatkan air untuk mengairi lahan pertanian milik mereka. Demikian dikatakan Sekretaris Eksekutif Forum Peduli Citarum (FPC), Didin Rosyidin, setelah mendapat pengaduan dari anggota Gabungan Perkumpulan Petani Pengguna Air (GP3A) Tirta Jaya, Kamis (9/12). "Buktinya, sekira 900 ha sawah kekeringan di daerah irigasi Wangisagara, Kec. Solokan Jeruk. Air irigasi yang semestinya digunakan untuk mengairi sawah malah disedot oleh sekira 30 industri. Kondisi itu semakin memprihatinkan di kala musim kemarau tiba," katanya. Ditegaskan Didin, tindakan pihak industri sangat berlebihan karena mereka sebenarnya juga telah menyedot air tanah. "Jadi, pihak industri mengeksploitasi air tanah dan air permukaan secara berlebihan sekaligus. Wajar saja, permukaan air tanah di cekungan Bandung semakin turun dan kekeringan semakin meluas," katanya. Lanjut Didin, para petani selama ini lebih memilih diam karena banyak diintimidasi oleh para jawara. "Jika protes sedikit saja, para jawara sering kali mencari-cari mereka hingga ke rumahnya. Para petani pun menjadi takut dan memilih diam meskipun sawahnya harus kekeringan. Kondisi itu pun diduga kuat terjadi di daerah irigasi lainnya, tidak hanya di daerah irigasi Wangisagara," katanya. Dijelaskan Didin, para petani di daerah irigasi Wangisagara sebenarnya pernah mengadukan masalah itu kepada aparat terkait, tetapi tidak pernah ada tindak lanjutnya. "Jangankan laporan mereka ditindaklanjuti, para petani justru diintimidasi para jawara. Jadi, sawah mereka sudah kekeringan, dikejar-kejar jawara pula. Akhirnya, dengan melapor, mereka merasa rugi dua kali," katanya. Melanggar hukum Padahal, Didin menegaskan tindakan industri itu jelas menyalahi hukum. "Berdasarkan UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air, kebutuhan air bagi petani harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum digunakan pihak lain. Jadi, industri baru bisa menggunakan air irigasi setelah seluruh sawah di sekitar daerah irigasi terairi. Jika ada lebih, industri baru bisa memanfaatkannya," katanya. Namun, lanjut Didin, kondisinya saat ini sudah terbalik. "Air irigasi, terutama di musim kemarau, sudah tak cukup mengairi seluruh sawah, tetapi industri malah berlomba-lomba menyedot air irigasi. Ironisnya, industri tidak hanya menyedot dari saluran primer, tetapi sudah dari saluran sekunder. Setelah itu, air limbahnya pun dibuang ke sungai sehingga menyebabkan pencemaran yang sangat parah," katanya. Sementara itu, Wakil Bupati Bandung, Drs. Eliyadi Agrarahardja, mengatakan pihaknya akan segera mengontrol sengketa air itu. "Kalau terus dibiarkan, masalah itu suatu saat bisa meledak sehingga bukan tidak mungkin bakal menimbulkan bentrokan massa," katanya. Eliyadi mengakui keberadaan industri di Kawasan Bandung Selatan (KBS) sebenarnya sudah tidak cocok karena berada di hulu Sungai Citarum. "Industri di KBS semestinya segera direlokasi ke Kec. Cipeundeuy di dekat perbatasan dengan Kab. Purwakarta. Di Cipeundeuy kelak harus dibangun kawasan industri terpadu yang ramah lingkungan," katanya.(A-129) Post Date : 10 Desember 2004 |