|
INDRAMAYU -- Menghadapi datangnya musim hujan yang diprediksi akan turun Oktober 2006, warga Kab Indramayu kembali harus bersiap menghadapi banjir. Hal itu menyusul belum dilakukannya normalisasi/pengerukan saluran-saluran air secara menyeluruh. ''Pengerukan secara menyeluruh itu terakhir kali dilakukan pada tahun 1970-an,'' ujar Kepala Dinas PU Pengairan, Ir Utju Kurnaedin, saat ditemui di Pendopo Kabupaten Indramayu, Selasa (26/9). Utju menjelaskan, saluran air yang melintasi Kabupaten Indramayu dan hingga kini belum mengalami pengerukan secara menyeluruh, panjangnya mencapai 532 km. Di antara saluran tersebut adalah saluran induk (SI) Cipelang yang terletak di Kecamatan Bangodua, dan SI Sindupraja yang terletak di Kecamatan Kertasmaya. Menurut Utju, pengerukan secara menyeluruh itu sangat penting untuk dilakukan. Pasalnya, kondisi saluran-saluran air tersebut mengalami pendangkalan akibat tingginya sedimentasi dari daerah hulu. Akibat belum adanya pengerukan secara menyeluruh, ungkap Utju,sungai-sungai di Kabupaten Indramayu dipastikan tidak akan mampu menampung curahan air hujan. Dari seluruh sungai yang ada, sambung dia, rata-rata hanya akan mampu menampung 60 persen debit air. ''Jika pengerukan sungai secara menyeluruh belum dilakukan, maka Indramayu akan selalu banjir,'' tutur Utju. Kasubdin Perencanaan dan Pengendalian Dinas PU Pengairan, E Rukanda, yang ditemui terpisah, menambahkan, selain dilintasi sungai besar, wilayah Kabupaten Indramayu juga dilintasi sekitar 135 sungai lokal. Saat ini, kata dia, sungai-sungai lokal itu juga mengalami pendangkalan dan penyempitan akibat tingginya sedimentasi di daerah hulu. Namun, Rukanda mengaku telah melakukan pengerukan. ''Sekitar 70 persen sungai lokal sudah kita lakukan pengerukan dengan menggunakan alat-alat berat (bechoe),'' katanya. Sementara itu, memasuki musim tanam (MT) III yang dimulai awal Oktober mendatang, petani di Kabupaten Garut semakin was-was dengan ketersediaan air yang dibutuhkan. Pasalnya, untuk MT III tersebut, lahan pertanian yang ada membutuhkan minimal 148,779 meter kubik air. Jumlah air yang dibutuhkan itu, menurut Kepala Bidang Konservasi Air Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kab Garut, Cece Sulaiman, mencakup untuk seluruh lahan pertanian yang ada di 42 kecamatan. ''Itu kebutuhan minimal yang harus direalisasikan supaya petani bisa menanam padi di MT III ini,'' ujar Cece kepada Republika, Selasa (26/9). Dari kebutuhan air yang berlangsung pada MT I dan II, ungkap Cece, pihaknya mencatat kebutuhan air untuk lahan pertanian mencapai 634,791 meter kubik dan 670,498 meter kubik. Jumlah itu, sambung ia, dibutuhkan untuk mengairi lahan pertanian dan palawija yang ada Terutama, untuk wilayah yang mengalami kesulitan dalam ketersediaan air. (lis/mus ) Post Date : 27 September 2006 |