Indonesia Jangan Sampai Seperti Afrika

Sumber:Suara Pembaruan - 24 Juli 2006
Kategori:Air Minum
[JAKARTA] Dalam situasi gawat air hampir di seluruh Indonesia, baik pengairan sawah, terutama air bersih untuk minum, semua pihak perlu kerja keras. Paling tidak memberi sumbang saran memperbaiki keadaan.

"Pemerintah harus mendorong pakar-pakar air, lingkungan, dan pemda-pemda untuk segera mengatasinya. Hati-hati kekeringan ini sudah sangat mengancam. Tuhan masih memberi akal dan waktu untuk mengatasinya," kata pengamat air, Win Gaza Simbolon kepada Pembaruan di Jakarta, Sabtu (22/7).

Contoh kekeringan yang menyengsarakan sudah ada, yakni Afrika. "Jangan biarkan generasi Indonesia sengsara, jadi jangan biarkan Indonesia seperti Afrika" katanya menanggapi "koor" keluhan dua operator PAM di Jakarta, PT Palyja dan PT TPJ tentang makin berkurangnya pasokan bahan baku air dari Waduk Jatiluhur. Akibatnya, pasokan air bersih ke rumah-rumah pelanggan pun makin dikurangi.

Dikatakan, Indonesia harus segera berbuat mengatasi kerusakan sumber-sumber daya air akibat ulah manusia. "Berbuatlah selagi kau bisa berbuat. Ini nasihat bijak yang harus dilakukan oleh pemerintah dan semua pihak. Sebab, sangat berat membangun yang sudah runtuh, terutama oleh bencana, karena kita harus membangun fisik terutama nonfisik," katanya.

Dikatakan, Indonesia adalah negara yang mempunyai iklim terbaik di seantoro dunia. "Kita hanya punya dua musim, kaya sumber daya alam, di darat, bawah tanah, di laut, dan sebagainya. Apabila yang baik itu tidak dikelola dengan baik, hasilnya tentu tidak akan baik," kata pakar teknologi air, mantan Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Air Indonesia itu.

Salah satu upaya menambah sumber daya air, kata Winb, adalah menanam pohon-pohon di perkotaan dan menghutankan kembali bekas hutan yang sudah gundul.

Dia mengimbau pemerintah menggerakkan semua potensi, mulai dari anak sekolah dasar (SD) sampai universitas, ibu-ibu, berbagai organisasi pemuda, mulai sekarang untuk setiap orang menanam satu pohon di lahan yang potensial, maupun di pekarangan rumah masing- masing.

"Tanaman keras apa saja, bisa ditanam sesuai dengan kondisi setempat, sehingga kelak mencapai sasaran dan nilai estetika yang menyegarkan generasi penerus kita," katanya.

Usaha ini harus terus-menerus dilakukan dengan bergotong royong, lanjut Win. "Di sini pemerintah merupakan terminal anggaran, tapi posisi pemerintah hanya mengatur, membantu memberi petunjuk. Jangan sekali-kali mempersulit potensi sosial yang baik itu," katanya.

Gerakan nasional yang berkelanjutan, katanya akan terasa hasilnya beberapa tahun mendatang. "Saya kecewa, di Jakarta dan beberapa daerah di Indonesia pernah didengungkan gerakan sejuta pohon. Konsep ini bagus, tetapi realisasinya masih jauh, hanya wacana saja," katanya.

Pemerintah tinggal mengoordinasikan saja dan memberikan jenis tanaman apa yang cocok membuat kota sejuk dan indah. "Satukan energi sosial yang dimiliki masyarakat kita, masyarakat yang dari dulu punya semangat gotong royong, harus bisa dibangkitkan lagi," ujarnya. [N-6]

Post Date : 24 Juli 2006