KOPENHAGEN, KOMPAS.com — Indonesia berkeinginan mewujudkan Bali Action Plan (BAP), yang merupakan hasil Konferensi Perubahan Iklim di Bali 2007, untuk disepakati di KTT Perubahan Iklim (COP) di Kopenhagen, Denmark, yang dimulai hari ini. Delegasi RI (Delri) dalam siaran persnya menegaskan, mandat BAP menempatkan visi bersama sebagai arah aksi kerja sama jangka panjang dari para pihak peratifikasi konvensi Protokol Kyoto (COP) dalam upaya stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.
Upaya stabilisasi GRK tersebut dilakukan dengan memerhatikan mitigasi termasuk target jangka panjang penurunan emisi dunia secara global, adaptasi, pendanaan, dan alih teknologi. Delri menyatakan, negara maju harus tetap memimpin upaya mitigasi, sedangkan negara berkembang akan berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui upaya pembangunan ekonomi rendah karbon di masing-masing negara.
Indonesia juga akan menegaskan bahwa kesepakatan mengenai Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto akan menjadi faktor penentu di Kopenhagen karena harus berjalan secara sinergi dengan proses di Aksi Kerja Sama Jangka Panjang. Adanya upaya negara maju menghapus Protokol Kyoto merupakan pengingkaran atas semangat dan kewajiban Konvensi dan Protokol Perubahan Iklim.
Pada negosiasi terakhir berbagai negara melalui "Barcelona Climate Change Talks" bulan November 2009 dicapai kemajuan untuk adaptasi, kerja sama teknologi, pengurangan emisi dari deforestasi di negara berkembang, serta mekanisme untuk distribusi dana bagi negara berkembang.
Namun, di Barcelona tidak ada kemajuan berarti untuk dua isu kunci, yaitu target pengurangan emisi jangka menengah bagi negara-negara maju, serta pendanaan yang memungkinkan negara-negara berkembang membatasi pertumbuhan emisi dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang tidak terelakkan.
Ketua Harian Dewan Nasional Perubaan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar, Minggu (6/12), mengatakan, salah satu strategi Indonesia adalah dengan bertindak proaktif dengan menurunkan emisi sebesar 26 persen pada tahun 2020 dari business as usual. Target penurunan emisi karbon Indonesia tersebut, kata Rachmat, diharapkan akan memicu negara maju untuk berkomitmen dan mendorong negara berkembang lain untuk secara sukarela menurunkan emisi.
"Dengan dilengkapi strategi nasional untuk menurunkan emisi tersebut, Indonesia akan mempunyai amunisi yang cukup untuk mendorong tercapainya konsensus internasional di Kopenhagen nanti," katanya. WAH
Post Date : 07 Desember 2009
|