Incenerator Tak Berfungsi Baik, Kondisi TPA Memprihatinkan

Sumber:Pontianak Post - 05 Oktober 2005
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Pontianak,- SEBUAH kawasan di penghujung Jalan Kebangkitan Nasional tersebut cukup lengang. Sebagian warga kota mungkin mengetahui bahwa di areal itu merupakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), namun mungkin hanya segelintir yang pernah melongok kawasan tersebut. Tinggi gunung sampah di Kota Pontianak, hampir mencapai lima meteran. Parit disekelilingnya juga dipenuhi sampah. Air lindi meluap dari salah satu parit, ceceran sampah dari truk bertebaran di jalan menuju pembuangan akhir.

Tiap harinya volume sampah yang dihasilkan Kota Pontianak sekitar 350 ton. Jumlah ini bertambah jika musim buah tiba menjadi 450 ton per hari. Setiap harinya 15 truk mengangkut sampah kota, masing-masing mengangkut dua kali trip.

Desember 2004 lalu, Walikota Pontianak dr H Buchary Abdurrachman mengungkapkan bahwa pada tahun 2005 dan seterusnya Pemerintah Kota Pontianak akan menerapkan proses desentralisasi. Sistem desentralisasi sampah langsung dikelola per kecamatan tanpa harus bersusah payah menimbunnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Kepala Bappedalda, Ir Tri Budiarto ketika meninjau langsung TPA tersebut menyatakan keprihatinannya dengan kondisi TPA tersebut. Apalagi agaknya alat pembakar sampah (incenerator) tidak berfungsi baik. "Alat pembuat kompos juga tidak berfungsi, padahal harganya jutaan," ujarnya.

Dari pantauan Pontianak Post, alat pembuat kompos tersebut terlihat masih baru. Sementara di sampingnya terdapat onggokan tanah mengeras, yang dipenuhi dengan tutup botol minuman. Pemandangan agak 'terobati' dengan bunga-bungaan yang ditanam di rumah dinas berbentuk couple dengan empat pintu.

Tak jauh dari situ terdapat pos penjagaan dengan dinding tripleks. Dibagian depan tripleks terdapat lubang-lubang, dan sebuah buku kusam untuk pencatatan. Sebuah alat berat sedang bekerja diantaran tumpukan tinggi sampah, sementara tak jauh dari situ para pemulung sudah siap mengais menyortir sampah-sampah tersebut.

Dengan kondisi seperti itu, agaknya para pekerja tidak lagi memilah antara sampah organik dan non-organik. Dibagian depan tumpukan sampah dari arah pintu masuk, bahkan sudah ditumbuhi tanaman merambat. "Mana sempat dipisah, setiap harinya berton-ton sampah yang datang. Jadi sesudah diangkut ya dibuang ke tumpukan, kalau mesinnya hidup dimasukkan ke situ. Tapi sekarang agak rusak," tukas seorang pengangkut sampah.

Tahun 2006 nanti, sesuai dengan Perda Sampah yang dibuat Pemkot Pontianak, akan diterapkan sanksi dan peninjauan tarif retribusi kebersihan bagi beberapa jenis usaha. "Baik jika hal ini dilakukan, terutama mengenai desentralisasi, tetapi harus serius dengan melibatkan masyarakat. Bisa digalang antar ketua RT," kata Tri.

Dia mengatakan, penarikan retribusi sampah juga harus dikelola dengan transparan dan tidak pukul rata. Rumah-rumah yang berada di tepi jalan, seyogyanya dikenakan retribusi yang lebih besar dari rumah yang berada di gang-gang. Koordinasi tingkat RT untuk mengelola sampahnya juga perlu dilakukan. "Syukur-syukur langsung diterapkan sampah yang bisa didaur ulang, dan sampah yang tidak bisa didaur ulang," katanya.

Beberapa waktu lalu, Pemkot Pontianak juga telah menginstruksikan kepada instansi terkait untuk merancang TPS dengan desain yang lebih menarik. Dengan demikian, TPS diharapkan tidak lagi terkesan kotor. Lurah-lurah juga telah diminta untuk mengkoordinasikan soal pengumpulan sampah di perumahan-perumahan dengan instansi teknis. "Mudah-mudahan tidak sekadar wacana," kata Tri lagi. Laporan Aseanty W Pahlevi, Pontianak

Post Date : 05 Oktober 2005