|
Kondisi hutan di Kalimantan Barat (Kalbar) sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Sekitar 50 persen hutan Kalbar sudah terdegradasi atau mengalami kerusakan. Sementara anggaran untuk merehabilitasi hutan sangat minim dan tidak seimbang dengan laju degradasi hutan. Perhatian pemerintah dan juga dunia internasional terhadap rehabilitasi hutan dapat dikatakan sangat minim. Padahal, hutan di Kalbar merupakan salah satu paru-paru dunia, menyusul ditetapkannya Kabupaten Kapuashulu sebagai kabupaten konservasi. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kapuashulu termasuk dalam hutan lindung. Hutan itu tidak bisa diganggu dan harus dipelihara agar kelestariannya tetap terjaga. Luas hutan Kalbar mencapai 9 juta hektare lebih. Dari jumlah itu sekitar 5 juta hektare sudah terdegradasi atau mengalami kerusakan. Kerusakan hutan terjadi karena penebangan liar, perambahan hutan, serta kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, juga terjadi perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan, pertanian, dan juga transmigrasi. Menurut Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Pemprov Kalbar Sunarno, dari 9,1 juta hektare hutan di Kalbar, 2,1 juta hektare di dalam kawasan hutan lindung berada dalam kondisi sangat kritis. Di luar kawasan, 2,9 juta hektare juga kritis. "Sekarang ini, kerusakan hutan terus terjadi," katanya. Paling tidak ada dua penyebab kerusakan hutan, yakni yang terencana dan tidak. Penyebab yang terencana berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, baik itu untuk perkebunan, pertanian, juga pembukaan lahan untuk transmigrasi. Sedangkan hutan yang rusk tidak terencana terjadi karena penebangan liar, kebakaran hutan, dan juga Heak Pengelolaan Hutan (HPH) yang tidak aktif. Selain itu, ada juga dampak penambangan emas tanpa ijin (PETI) atau pertambangan ilegal. Sebenarnya, kata Sunarno, kerusakan hutan yang berbahaya adalah konversi atau pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan atau pertanian. Sebab, jika fungsinya dialihkan ke penggunaan lain, maka akan dilakukan pembersihan hutan secara menyeluruh (land clearing) . "Konversi hutan itu sangat berbahaya karena fungsi hutan tidak bisa diganti dengan perkebunan atau pertanian. Jika hutan tidak terganggu, maka air hujan tidak langsung turun ke tanah. Saat ini kondisi hutan yang paling rusak adalah di daerah aliran sungai (DAS) Sambas, Pawan dan Melawi. Kondisinya sudah sangat parah karena sebagian besar sudah berubah menjadi perkebunan," katanya. Rehabilitasi Untuk merehabilitasi hutan, peranan semua komponen masyarakat sangat dibutuhkan. Keterlibatan warga diharapkan dapat menumbuhkan budaya menanam pohon dalam diri setiap individu. Melihat kondisi hutan Kalbar yang sudah rusak, program rehabilitasi sangat mendesak untuk dilakukan, sehingga hutan dan fungsinya dapat dipulihkan sesegera mungkin. Asisten I Pemprov Kalbar Mahfud MD mengatakan dalam rangka melakukan rehabilitasi hutan, ada beberapa yang hal perlu diperhatikan. Rehabilitasi itu harus dilakukan secara komprehensif, operasional, menjamin kelestarian lingkungan dan alam, serta melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Untuk memperbaiki kondisi hutan, masyarakat diharapkan dapat menjadi motivator. Selain itu, perlu juga dikembangkan pembangunan hutan oleh pihak swasta serta kegiatan konservasi yang memotivasi masyarakat untuk melaksanakan penanaman dan rehabilitasi hutan. Rehabilitasi hutan Kalbar tentu saja memiliki peran penting dalam upaya mengurangi pemanasan global. Oleh sebab itu, perubahan fungsi hutan harus diperketat, bahkan dikurangi. Sekarang ini ada 1,5 juta hektare hutan Kalbar yang sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan. Namun, dari jumlah itu belum semuanya ditanami. Pengembalian fungsi hutan, tidak hanya terkait dengan rehabilitasi. Masih ada hal lain yang harus diperhatikan, yakni adanya kebijakan pemerintah pusat yang tidak sesuai dengan pemerintah daerah, khususnya menyangkut HPH dan Hutan Tanaman Industri (HTI). "Pencabutan izin HPH dan HTI itu sangat sulit. Sementara, banyak HPH dan HTI yang masih aktif, tetapi tidak dikerjakan atau hanya memiliki izin tanpa dikerjakan. Oleh sebab itu hendaknya izin itu segera dicabut dan diberikan kepada investor baru yang serius untuk mengelola hutan," kata Mahfud. Namun demikian, upaya mengembalikan fungsi hutan tetap dijalankan. Hingga 2006, luas hutan yang direboisasi melalui program gerakan penanaman hutan dan lahan mencapai 64.931 hektare, program reboisasi dengan dana alokasi khusus dan dana reboisasi sebanyak 7.640 hektare, program penghijauan 9.241 hektare. Sementara untuk HTI, ditargetkan 1,2 juta hektare ditanami kembali, tetapi kini baru terealisasi 168.862 hektare. Untuk mengantisipasi kerusakan hutan yang lebih parah, penegakan hukum terhadap pelaku pembalakan liar harus dijalankan tanpa pandang bulu, sehingga menimbulkan efek jera. Penegakan hukum itu, kemudian diikuti dengan upaya mengurangi perubahan fungsi hutan, koordinasi lintassektoral, serta memberdayakan masyarakat dan melaksanakan penanaman kembali. [SP/Sahat Oloan Saragih] Post Date : 06 Desember 2007 |