Hulu Bengawan Solo Terancam

Sumber:Kompas - 06 Juni 2007
Kategori:Air Minum
WONOGIRI, KOMPAS - Memasuki musim kemarau seperti sekarang ini, daerah hulu Bengawan Solo yang terletak di kawasan Pegunungan Seribu di wilayah Wonogiri, Jawa Tengah, dan Pacitan, Jawa Timur, terancam krisis air. Warga harus mengantre di sumber mata air di sepanjang sungai.

Kepala Desa Jeblogan, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Wonogiri, Suyatno, Selasa (5/6), menyatakan, krisis air bersih merupakan peristiwa tahunan sebab sumber air di daerah hulu terus berkurang. Namun, ia belum mendapatkan solusinya.

Boyatni (32), warga Dusun Ngampih, Desa Jeblogan, mengaku pusing menghadapi masalah ini. Sebab, bersama puluhan warga lainnya dia harus antre untuk mendapatkan satu jeriken air bersih untuk keperluan makan dan minum. "Kalau terlambat antre pasti tidak mendapatkan (air)," katanya.

Bagi warga Desa Jeblogan, air merupakan barang mahal karena sangat terbatas. Padahal, desa itu merupakan titik sumber mata air Bengawan Solo yang mengalir di dua provinsi, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Nyaris hilang

Krisis air semakin parah pada musim kemarau, terutama jika tidak turun hujan. Air nyaris hilang dari gunung-gunung di desa tersebut yang sesungguhnya merupakan kawasan hulu sungai yang mengalir di 11 kabupaten (Wonogiri, Pacitan, Sukoharjo, Solo, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik) itu. Penduduk dusun-dusun seperti Ngampih, Tenggar, Muning, dan Dayu harus menuruni pinggang-pinggang bukit mencari air di sejumlah mata air. Sayangnya, jumlah mata air makin berkurang sepanjang waktu.

Di Ngampih, misalnya, jumlah mata air saat ini tinggal lima titik. Jumlah itu jauh berkurang dari tahun 1980-an yang sedikitnya masih 10 titik. Selain itu, kualitas atau volume air juga berkurang drastis dari tahun ke tahun. Padahal, di Desa Jeblogan saja ada 5.293 penduduk (15 dusun) yang mengandalkan air bersih dari mata air di Kali Muning dan Tenggar, penyumbang air bagi Bengawan Solo.

Menurut Kepala Desa Jeblogan Suyatno, krisis air juga mengakibatkan penduduk kesulitan mengairi sawah mereka sehingga produksi padi menurun. Air untuk irigasi hanya tersedia saat musim hujan, sedangkan pada kemarau, irigasi terhenti total.

Menurut Katemin (45), warga setempat, di masa lalu dia bisa panen tiga kali dalam setahun. Namun, kini rata-rata ia hanya panen 1-2 kali setahun. Kalaupun bisa panen dua kali, panen yang kedua dipastikan hasilnya 50 persen dari panen normal.

Menurut Dr Supriyadi, ahli biologi tanah dari Universitas Sebelas Maret Solo, semakin berkurangnya sumber air di kawasan hulu itu akibat penutupan vegetasi yang sangat rendah sehingga air hujan tidak dapat ditampung di dalam tanah akibat bahan organiknya rendah. Berkurangnya persediaan air, lanjutnya, juga akibat kemampuan infiltrasi air ke dalam tanah rendah.

Tanam pohon

Kemarin, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, tim Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 bersama warga menanam pohon di sekitar Kali Tenggar yang merupakan salah satu penyumbang air di hulu Bengawan Solo. Jumlah bibit yang akan ditanam di sekitar hulu Bengawan Solo 2.000 tanaman, antara lain kenari (Canarium indicum), meranti (Vatica fauciflora), dan buni (Antidesma bunius). Secara simbolis, penanaman yang dihadiri Kepala Dusun Tenggar, Ponimin, itu dilakukan di lahan garapan warga setempat, Paidi. (LAS/SON/BUR/SSD)



Post Date : 06 Juni 2007