|
Bandung, Kompas - Hujan yang mengguyur Kota Bandung sejak pagi hingga sore, Sabtu (1/11), menyebabkan banjir. Meskipun hujan tidak deras, drainase yang buruk mengakibatkan beberapa ruas jalan di kota tersebut terendam air dengan ketinggian hingga 40 sentimeter. Banjir cileuncang—istilah untuk banjir yang disebabkan oleh drainase yang amburadul—itu antara lain terjadi di Jalan Viaduct, Sudirman, Laswi, Martanegara, Lengkong Besar, dan Dago. Air hujan yang tidak tertampung di selokan menutupi badan jalan. Mobil dan sepeda motor yang melaju di kawasan tersebut pun dengan sendirinya harus berhati-hati sehingga kemacetan tak terhindari. Untuk memperlancar aliran air, warga di Jalan Lengkong Besar kemarin beramai-ramai membersihkan selokan. Sebagian warga menyodok-nyodok saluran air dan sebagian lainnya mengangkat sampah dari selokan. Ini menjadi aktivitas rutin warga selama musim hujan. ”Wah, Bandung sudah tidak nyaman lagi. Hujan baru sehari sudah banjir begini. Masak setiap musim hujan warga harus disuguhi banjir,” kata Maman Abdurhaman (45), warga Ciroyom, yang sedang mengendarai sepeda motor dan terjebak kemacetan di Jalan Lengkong Besar. Belum bisa bebas banjir Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung Rusjaf Adimenggala mengakui, Kota Bandung belum bisa bebas banjir cileuncang karena sistem drainasenya memang masih parsial. Bahkan, Kota Bandung belum memiliki sistem drainase yang menyatu sehingga aliran air pun tidak sempurna. ”Saat ini kami belum memiliki masterplan (rencana induk) drainase. Sistem drainase Kota Bandung masih kacau,” kata Rusjaf menambahkan. Kondisi tersebut, lanjutnya, diperparah oleh perilaku masyarakat yang kerap membuang sampah sembarangan. Ribuan warga yang tinggal di tepi Sungai Cikapundung, misalnya, membuang sampah ke sungai. Di sisi lain, tidak sedikit warga yang senang membuang sampah ke selokan, sedangkan pedagang di pasar tumpah kerap membiarkan sampahnya begitu saja di lapangan dan akhirnya terseret ke selokan saat hujan. Berdasarkan data Perusahaan Daerah Kebersihan Bandung, dari sampah 7.500,58 meter kubik per hari, sebesar 20 persen di antaranya dibuang ke sungai dan saluran air. Saat ini, kata Rusjaf, Dinas Bina Marga dan Pengairan belum dapat memperbaiki drainase secara menyeluruh. Yang bisa dilakukan sebatas perawatan dan penanganan jangka pendek saat banjir cileuncang datang. Menanggapi banjir tersebut, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, mengatakan, sebesar 75 persen drainase Kota Bandung telah beralih fungsi. Sebagian dijadikan tempat sampah, tertutup warung pedagang kaki lima, dan ada yang menyempit karena pembangunan rumah. Tak kurang dari 46 sungai di Kota Bandung mati dan menjadi tempat sampah. Padahal, sungai berfungsi sebagai drainase primer yang menampung aliran air hujan. (MHF) Post Date : 02 November 2008 |