|
Banjarmasin, Kompas - Hingga kini hujan masih terus mengguyur Kalimantan Selatan. Hujan dan juga banjir selama satu bulan lebih ini membuat para petani karet sama sekali tak bisa menyadap getah. Kondisi itu memengaruhi pasokan bahan baku ke pabrik pengolahan karet berkurang hingga 50 persen dari normalnya. Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah Sulaiman Abdullah di Banjarmasin, Selasa (10/5) mengatakan hal ini. Bahkan, jangankan ada banjir, hujan saja sudah membuat petani karet menderita. "Begitu hujan turun, mereka tidak bisa menyadap karet," katanya. Jika hujan turun sebelum subuh, dipastikan petani tidak bisa menyadap karet. Jika hujan turun di pagi hari setelah matahari terbit, berarti sadapan karet petani tak bisa diambil lagi. "Lateks yang tertampung akan bercampur dengan air dan petani terpaksa tidak bisa memanennya," kata Sulaiman. Hujan dan banjir dipastikan membuat produksi karet rakyat turun 100 persen karena mereka tidak berangkat menyadap. Namun, karena ada beberapa pasokan karet dari provinsi lain yang tak dilanda hujan, tetap saja pabrik pengolahan karet di Banjarmasin masih mendapatkan pasokan. "Meski demikian, tetap saja suplainya turun. Penurunan suplai ini bervariatif, tapi diperkirakan mencapai 50 persen dari kondisi cuaca normal," kata Sulaiman. Penurunan 50 persen dari produksi karet rakyat tersebut sangat mengganggu produksi karet pabrik olahan yang biasanya diperuntukkan bagi ekspor. "Tapi, biasanya masing-masing pabrik sudah membuat antisipasi sebelumnya dengan menyiapkan stok terlebih dulu," ujar Sulaiman. Antisipasi stok tersebut untuk menjamin agar pasokan ekspor tetap terjaga. Pengusaha karet memang bisa mengimbangi kondisi cuaca seperti itu, namun tidak demikian dengan petani karet rakyat. Petani karet rakyat tidak pernah memiliki stok karena produksi karet per hari mereka hanya bisa untuk makan sehari-hari. Saat ini harga karet bekuan milik petani berkisar Rp 3.000 sampai Rp 3.500 per kilogram. Per hari produksi karet petani berkisar dari 20 kilogram hingga 30 kilogram. Petani tergencet Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Banjar Syahda Mariadi mengatakan, posisi petani karet kini makin tergencet akibat cuaca dan belum adanya sistem stok penyangga yang dimiliki petani kecil. "Kami memiliki perkebunan karet rakyat luas di Kecamatan Karang Intan dan pada saat hujan seperti ini, dipastikan mereka tidak bisa bekerja," kata Syahda. Pemerintah kabupaten sudah membantu dengan pengadaan unit-unit usaha yang bisa menunjang keberlangsungan bisnis petani karet tanpa harus menggantungkan pada kegiatan menyadap getah karet semata. "Salah satu usaha itu dengan mendukung pendirian usaha kecil yang memanfaatkan bahan baku mentah getah karet," katanya. Saat ini selain berdiri unit- unit pengeringan karet lembaran, juga ada unit pembuatan bantal busa yang dikerjakan oleh warga setempat. Hanya saja, usaha itu akhirnya terbentur pada pemasaran. "Sampai sekarang pemasarannya masih sulit, padahal bahan baku di sana tersedia cukup melimpah," ujar Syahda. Jika pemasaran baik, bisa diharapkan dapat memberi tambahan buat industri-industri rakyat tersebut. (AMR) Post Date : 11 Mei 2005 |