|
SURABAYA, KOMPAS - Hujan yang terjadi selama beberapa hari terakhir belum merata. Akibatnya, krisis air masih mendera di berbagai daerah. Di Jawa Timur, misalnya, pemerintah setempat menyiapkan dana Rp 13 miliar untuk desa yang mengalami kekeringan. Gubernur Jatim Soekarwo di Surabaya, Mingu (16/10), mengatakan, kemarau panjang telah membuat kekeringan di 651 desa di Provinsi Jatim. Namun, hanya 483 desa di 17 kabupaten/kota menjadi tanggung jawab pemprov dan dibantu pemerintah pusat. Sekitar 168 desa jadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota masing-masing. ”Dana sudah ada dan setiap saat jika dibutuhkan siap dicairkan,” ujarnya. Dana itu sudah diserahkan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim. Kepala BPBD Jatim Siswanto mengatakan, lembaganya sudah mengajukan anggaran untuk menanggulangi kekeringan di 651 desa sebesar Rp 79 miliar. Anggaran itu untuk bantuan pengadaan air bersih selama tiga bulan di 21 kabupaten/kota yang dilanda kekeringan parah. BPBD, kata Siswanto, telah mengidentifikasi 417 desa di 21 kabupaten/kota yang mengalami kekeringan paling parah, di antaranya berada di Kabupaten Trenggalek, Pacitan, Nganjuk, Ponorogo, Bojonegoro, Magetan, Malang, Lumajang, Pamekasan, dan Kabupaten Bangkalan. Kategori kekeringan parah adalah mata air habis dan warga terpaksa mengambil air di lokasi lain berjarak 10-30 kilometer. Petani sawah tadah hujan dan irigasi setengah teknis di Purwakarta, Jawa Barat, belum bisa mengolah lahannya untuk memulai musim tanam 2011/2012. Kebutuhan air dinilai belum tercukupi meski hujan telah beberapa kali mengguyur. Hingga Minggu (16/10), persawahan tadah hujan dan irigasi setengah teknis di Bungursari, Campaka, Cibatu, dan Purwakarta belum ditanami padi. Mayoritas masih menganggur dan terlihat kering dengan muka tanah yang merekah. Sebagian kecil ditanami palawija, seperti jagung, kacang hijau, dan kedelai. Situ Cigangsa di Desa Campakasari, Kecamatan Campaka, misalnya, mulai terisi air hujan, tetapi volume dan debit air belum mampu mengairi 350 hektar sawah di sekitarnya. Air bahkan terhenti di pintu pembagi karena jumlahnya terlampau kecil. ”Petani masih menunggu hujan untuk memulai tanam rendeng,” ujar Adun (53), petani Desa Cilandak, Kecamatan Cibatu. Perum Jasa Tirta (PJT) II telah menjamin pasokan air untuk persawahan di sebagian utara Jawa Barat. Beban Waduk Ir H Djuanda Jatiluhur meningkat seiring mulainya musim tanam ini, tetapi air digelontorkan tepat waktu, yakni mulai 1 Oktober untuk sawah golongan air I. Penggelontoran berselang dua pekan ke golongan II, III, IV, dan V dengan luas total 228.659 hektar yang meliputi persawahan di wilayah Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. Sementara itu, waduk-waduk di Lamongan dan Gresik saat ini mengering. Di Lamongan, Waduk Gondang hanya berisi 1,7 juta meter kubik atau 7,4 persen dari kapasitas normal 23 juta meter kubik (m3), Waduk Prijetan juga terisi 1,8 juta atau 20 persen dari kapasitas normal 9 juta m3. Sawah yang ditanami padi dalam kondisi pertumbuhan tidak sempurna. Tanah sawah pun merekah. ”Kami hanya untung-untungan saja tanam padi,” kata Sohib (51), warga Tambakboyo. Menurut Kepala Humas Kabupaten Lamongan Anang Taufik, air Waduk Gondang tidak mungkin dikeluarkan untuk pertanian. Bila dipaksakan, konstruksi waduk akan rusak. Maka, kondisi air waduk dijaga dengan debit 1,5 juta m3. ”Embung besar di Tambakboyo dan Sugio diperdalam dan dikeruk saat ini agar saat hujan bisa menampung banyak air,” tuturnya.(WIE/MKN/ETA/NIK/ACI) Post Date : 17 Oktober 2011 |