Denpasar, Kompas - Pengelola hotel di Bali mulai proaktif mencari investor asing yang mampu memanfaatkan air laut menjadi air bersih. Langkah ini untuk mengantisipasi krisis air bersih di Bali karena pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan yang semakin pesat.
Dibandingkan dengan metode pengambilan air bawah tanah, upaya pemanfaatan air laut dinilai lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan air laut dapat mencegah eksploitasi air bawah tanah dan intrusi air laut.
Itu dikatakan Direktur Eksekutif Bali Hotels Association (BHA) Djinaldi Gosana, Senin (8/8), di Denpasar. ”Sebagai hotel, kami punya banyak jaringan investor. Investor yang berminat kami pertemukan dengan Pemerintah Provinsi Bali. Peran kami hanya sebatas itu,” katanya.
Gosana mengaku, ada dua investor yang berminat, yaitu dari Amerika Serikat dan Singapura. Untuk merealisasikan kerja sama dengan investor itu merupakan keputusan Pemprov Bali.
50.000 liter per hari
Menurut Gosana, dari total anggota BHA sebanyak 105 hotel, dibutuhkan sebanyak 50.000 liter per hari. ”Kadang-kadang pasokan air tidak lancar, terutama bagi hotel yang berada di daerah perbukitan kapur, seperti di Jimbaran,” katanya.
Padahal, hotel tak hanya membutuhkan pasokan air yang lancar, tetapi juga mutu air yang bagus. BHA ingin mencontoh hotel-hotel di luar negeri yang memiliki air siap minum yang keluar dari keran. Sebaliknya, hotel di Indonesia sebagian besar masih menyediakan air mineral kemasan untuk minum.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Bali Anak Agung Alit Sastrawan mengatakan sangat mendukung upaya pemanfaatan air laut itu. ”Asalkan bukan pengeboran air bawah tanah, kami dukung. Sejauh ini, saya belum mendengar ada investor yang berminat untuk itu,” tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali Tjokorda Ngurah Pemayun memprediksi krisis air bersih akan terjadi di Bali pada 2015. Krisis itu terjadi terutama di Bali bagian selatan, seperti Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, yang menjadi tujuan utama wisata. (DEN)
Post Date : 09 Agustus 2011
|