|
MAKASSAR -- Hizbut Tahrir Indonesia mengeluarkan seruan penolakan terhadap liberalisasi Sumber Daya Air (SDA). Penolakan itu diekspresikan dalam aksi damai. Dimulai di pelataran Masjid Al Markaz Al Islamy menuju ke Gedung DPRD Sulsel, Kamis 12 Mei, . Ratusan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia wilayah Sulsel berkumpul di pelataran masjid megah itu sebelum bergerak tertib ke Gedung DPRD Sulsel, sekitar pukul 09:30 Wita. Aksi ini mendapat pengawalan ketat polisi. Aksi damai itu, dipicu UU No 7 tahun 2004 tentang SDA yang sementara dikaji ulang di Mahkamah Konstitusi, apakah akan dicabut atau tidak. Alasannya, UU No 7 tahun 2004 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. "Air bukan barang private. Ini tercermin melalui pelimpahan pengelolaan air, baik dalam rangka pengelolaan air dan monopoli sumber daya air oleh pihak swasta maupun komersialisasi air," ujar Hasanuddin Rasyid, humas Hizbut Tahrir Indonesia Wilayah Sulsel, yang ditemui di sela-sela aksi damai itu. Menurut Hasanuddin, bila eksplorasi, eksploitasi dan pendistribusian air memerlukan dana dan sarana, maka negara wajib menyediakannya sebagai bentuk tanggungjawab untuk mengurusi kepentingan masyarakat. "Pemberian hak khusus dalam bentuk swastanisasi atau privatisasi bertentangan dengan prinsip kepemilikan umum yang ditetapkan syariat Islam serta tidak sesuai dengan prinsip negara sebagai pengatur dan pelayan kepentingan rakyat," tandasnya. Saat tiba di Gedung DPRD Sulsel di Jl. Urip Sumoharjo, sejumlah orator menyampaikan orasinya. Menariknya karena mereka tidak berorasi menggunakan Bahasa Indonesia, tapi juga Bahasa Makassar. Dg Lira misalnya, dengan bersemangat berorasi menggunakan bahasa lokal. Sekitar satu jam lebih, bersama Barlianto Abdullah, Ahmad Samudera, Nasruddin, dan Fatur Rahman, ia menyampaikan keresahannya tentang privatisasi sumber daya air. Kebanyakan orator menyoal kekhawatiran masalah swastanisasi SDA, efeknya akan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat. Ide kapitalisme dan kepentingan bisnis (asing) benar-benar telah merasuk dalam perundang-undangan negeri ini. "Tea maki privatisasi je'neka!" timpal Dg Lira dengan dialek Makassar. Setelah menyampaikan orasi di Gedung DPRD Sulsel, aksi damai Hizbut Tahrir kemudian dilanjutkan ke RRI Makassar. Menurut Hasanuddin, pihaknya menolak pengesahan UU SDA karena bertentangan dengan syariat Islam dan pasti akan menimbulkan mafsadat (kerusakan) bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Post Date : 13 Mei 2005 |