Hidup Bersanding Banjir di Kampung Cawang Pulo

Sumber:Kompas - 07 November 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Banjir Jakarta sudah jadi persoalan klasik yang tak kunjung ditemukan solusi finalnya. Makanya, banyak warga daerah pelanggan banjir di Ibu Kota sudah lama menyerah. Mereka terpaksa memilih beradaptasi dan bersahabat dengan banjir yang selalu menenggelamkan rumah dan permukiman mereka pada setiap musim hujan.

Banjir kembali melanda daerah Cawang Pulo, Jakarta Timur, Senin (5/11). Ini merupakan banjir perdana pada musim hujan yang baru saja datang. Gara-gara hujan lebat yang turun di Bogor, malam sebelumnya, Sungai Ciliwung yang melintas di sana airnya luber.

Namun, limpasan air Ciliwung yang sempat merendam lantai ratusan rumah warga sampai setinggi mata kaki tak membuat panik warga kampung di Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramat Jati, itu. "Saya memang sempat kaget waktu air tiba-tiba sudah masuk ke rumah. Untung saja cepat surut lagi," kata Ny Suniah (55), warga Kampung Cawang Pulo.

Buat Suniah yang sudah 10 tahun bermukim di Kampung Cawang Pulo, banjir kecil-kecilan seperti yang terjadi hari Senin itu adalah soal biasa. "Banjir seperti itu bisa terjadi sampai empat-lima kali dalam setahun.

"Setiap kali di Bogor turun hujan besar, air Ciliwung di sini pasti meluap, paling tidak merendam jalan di depan rumah," kata Suniah, yang pada banjir besar awal tahun ini rumahnya yang berlantai dua tenggelam total oleh air yang tingginya mencapai tujuh meter.

Cawang Pulo terletak di daerah lembah yang terbentang di antara Jalan MT Haryono dan Jalan Dewi Sartika.

Menurut Adhari (32), warga lainnya, wilayah Kampung Cawang Pulo terdiri atas wilayah RT 06, 07, dan 08 di RW 01 serta wilayah RT 10, 11, dan 12 di RW 02. Adhari yang Ketua RT 11 RW 02 juga bilang, kampungnya disebut Cawang Pulo karena dikelilingi aliran Sungai Ciliwung yang membelok dan daerah rawa.

Kondisi lingkungan seperti itulah yang membuat kampung berpenduduk sekitar 4.000 orang itu menjadi salah satu daerah di Ibu Kota yang paling rawan banjir.

"Kata kakek saya, waktu zaman Jepang pun kampung ini sudah sering kebanjiran," kata Adhari yang mengaku Betawi warga asli Cawang Pulo.

Adaptasi

Karena tak mungkin menghindari banjir, warga Kampung Cawang Pulo mengembangkan berbagai kebiasaan, teknik, dan kiat menghadapi amukan Sungai Ciliwung pada musim hujan.

Banyak warga yang meninggikan lantai rumah. Ada pula yang membentengi pintu rumah dengan tanggul batu bata dan adukan semen agar limpasan air bah tak bisa mengalir masuk.

Kalau rajin mengamati rumah-rumah warga Kampung Cawang Pulo, bisa terlihat nyaris tak ada rumah yang ruang tamunya dilengkapi meja dan kursi tamu, apalagi sofa empuk. Lantai ruang tamu rumah warga miskin dan kaya umumnya cuma diisi karpet plastik tipis serta perabot lain seperlunya.

"Buat apa beli sofa? Kalau banjir pasti rusak dan enggak bisa dipakai lagi," ujar Adhari. Di rumah sekaligus warung kebutuhan sehari-harinya, ia menempatkan tempat tidur, meja, dan kursi di lantai dua agar lebih aman dari bahaya banjir.

Thamrin Nasution (37), warga RT 12 RW 02, lain lagi. Ia menunjukkan lubang segi empat di langit-langit rumahnya. "Kalau banjir dan air sudah mulai masuk rumah, semua barang dagangan saya naikkan ke atas langit-langit lewat lubang itu," kata Nasution, pedagang asongan lampu senter yang tinggal di sebuah rumah petak kontrakan bersama istri dan tiga anaknya.

Bagi sebagian warga, bencana banjir bahkan mendatangkan rezeki. "Kalau banjir, banyak orang jadi tukang ojek. Dengan pelampung gabus bekas kemasan barang besar atau gerobak dorong, mereka menjual jasa menyeberangkan orang atau barang melintasi genangan air," ujarnya.

Mereka tak punya pilihan tinggal di tempat yang lebih aman dan nyaman. Apa yang bisa mereka lakukan cuma mengubah banjir dari lawan menjadi kawan mulyawan karim



Post Date : 07 November 2007