|
Eksploitasi air tanah di Jakarta sudah berlebihan. Dampaknya pun sudah terasa, seperti, turunnya permukaan tanah di beberapa kawasan hingga 50 sentimeter dalam lima tahun terakhir dan muka air laut turun hingga lima meter per tahun. Menurut laporan Amrta Institute for Water Literacy, penyedotan air tanah secara besar-besaran justru dilakukan oleh industri dan pengelola gedung tinggi di Jakarta. Akibatnya, kualitas air tanah di wilayah Jakarta dan sekitarnya jelek. Dampaknya sangat dirasakan oleh warga kelas menengah ke bawah yang sekitar 80 persen mengkonsumsi air tanah. Para pengusaha dan pengelola gedung tinggi tidak peduli akan hal itu. Yang terpenting mereka bisa mengeksploitasi air tanah yang jauh lebih murah dibandingkan dengan berlangganan air PAM. Tetapi, mereka lupa eksploitasi air tanah secara besar-besaran akan mendatangkan bencana yang tidak kecil untuk bisnis mereka sendiri. Sebab secara teknis pengurasan air tanah akan memperlemah struktur pondasi gedung-gedung tinggi pengguna air tanah, yang pada akhirnya bisa membuat gedung pencakar langit itu ambruk. Belum lagi bahaya lain, seperti, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, dan banjir. Menurut data Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, ketinggian wilayah Jakarta kini hanya 0-10 meter di atas permukaan laut. Di lokasi tertentu posisinya lebih rendah. Oleh karena itu tidak perlu heran kalau setiap saat terjadi banjir dan rob. Faktor penyebabnya, pengambilan air tanah melebihi kapasitas. Padahal, potensi air tanah Jakarta 532 juta meter kubik/tahun. Batas aman pengambilan air tanah sekitar 30-40 persen atau sekitar 186,2 juta meter kubik/tahun. Tetapi, faktanya penyedotan air tanah Jakarta mengalami kelebihan sekitar 66,6 juta m3/tahun. Ini bom waktu yang siap meledak. Kita tentu berharap para pemilik gedung tinggi yang notabene kalangan berada dan berpengetahuan, tidak mengambil jalan pintas agar gampang dapat air dan murah. Tetapi, kita juga mafhum, menunggu kesadaran para pengusaha dan pemilik gedung tinggi untuk tidak menguras air tanah di wilayah DKI Jakarta adalah mustahil. Oleh karena itu, salah satu cara untuk membatasi eksploitasi air tanah secara berlebihan adalah dengan menaikkan tarif air tanah agar sesuai dengan tarif air PAM. Tarif PAM untuk pelanggan gedung perkantoran tinggi saat ini sebesar Rp 12.550/m3 dan tarif air bawah tanah Rp 3.500/m3. Kalau asumsi tarif air tanah di DKI Jakarta harus sama dengan tarif PAM maka tarif air tanah harus dinaikan 1.700 persen. Kenaikan ini jelas bukan merupakan angka yang realistis, dan usulan ini bukan tanpa masalah. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2001 adalah salah satu penghambat karena memberikan keringanan menguras air tanah hingga 80 persen terhadap tarif pajak air bawah tanah. Kalau PP sebagai penghambat tentu pemerintah harus bijak merevisi PP tersebut. Terlepas dari ada tidaknya kebijakan formal, kesadaran warga adalah kunci menyelamatkan Kota Jakarta dari bom waktu krisis air bawah tanah. Gejala dan dampak dari eksploitasi berlebihan atas air tanah sudah tampak. Karena itu, mari kita sama-sama mengatasi krisis tersebut dengan menghentikan eksploitasi air bawah tahan secara berlebihan. Post Date : 05 April 2008 |