Hemat Air dengan Composting Toilet

Sumber:STMB Indonesia - 28 Januari 2011
Kategori:Sanitasi

Saat ini masalah air, sanitasi dan energi menjadi indikator utama pengukuran kesejahteraan suatu bangsa. Makin sejahtera suatu bangsa, makin tinggi tingkat konsumsinya terhadap kedua hal tersebut. Di tengah fenomena kelangkaan air bersih yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, upaya penghematan air tentu perlu dilakukan. Segala aktivitas yang membutuhkan air bersih sepatutnya dilakukan dengan bijaksana agar di masa yang akan datang air bersih tetap terjaga. Memang ada aktivitas yang mutlak membutuhkan air bersih dan tidak bisa begitu saja dikurangi, seperti memasak atau mencuci perabotan dapur. Namun, ada juga aktivitas lain yang membutuhkan air bersih, tetapi penggunaannya dapat ditoleransi, yaitu mandi-cuci-kakus (MCK).

Di Indonesia pemanfaatan air terbesar digunakan untuk memenuhi kebutuhan pertanian yaitu sebesar 41%, dan diikuti oleh pemenuhan kebutuhan air untuk pembangkit tenaga listrik 39%, pemenuhan kebutuhan air perkotaan 13% yaitu digunakan untuk kegiatan rumah tangga seperti air minum, memasak, mandi, mencuci, berkebun, penggelontoran toilet, dan industri 7%. Air yang digunakan tersebut kenyataannya dikembalikan lagi dalam bentuk limbah sejumlah 72% dengan kualitas airnya lebih rendah dibandingkan dengan semula.

Untuk mengurangi permasalahan lingkungan yang semakin lama semakin kompleks, maka dapat digunakan salah satu teknologi yang ramah lingkungan yaitu composting toilet atau toilet kering. Composting toilet suatu teknologi yang memanfaatkan serbuk kayu sebagai media penangkap bahan organik yaitu berupa padat sehingga limbah tadi dapat diolah secara biologis dengan bantuan mikroorganisme tidak menimbulkan bau. Dengan menggunakan suatu teknologi yang ramah lingkungan, maka dapat mengurangi jumlah limbah yang ada di lingkungan serta dapat memperbaiki sistem sanitasi yang ada di Indonesia. Dimulai dengan kebiasaan hidup bersih, maka kualitas hidup akan meningkat. Dan untuk memulai kebiasaan bersih, masyarakat harus dikenalkan dengan teknologi sederhana yang ramah lingkungan dan higienis.

Composting Toilet


Untuk memulai hidup sehat dan memiliki sistem sanitasi yang baik membutuhkan suatu inovasi teknologi yang ramah lingkungan, salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah teknologi Composting toilet. Teknologi ini merupakan suatu sistem toilet sederhana yang hemat air dan tetap higienis. Tidak perlu mempertahankan toilet konvensional yang boros air, akan tetapi harus memikirkan toilet alternative yang hemat air dantidak menimbulkan bau.

Ide composting toilet diambil dari sistem toilet cubluk yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia. Toilet ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap pengguna. Manfaat yang didapat dengan menggunakan composting toilet adalah menghemat penggunaan air bersih sehingga air bersih yang tadinya digunakan untuk penyiraman toilet dapat digunakan untuk kegiatan yang lain, teknologi ini tidak menimbulkan bau pada saat proses pengomposan, tidak memerlukan banyak energi, tidak membutuhkan sumber daya alam yang banyak, kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai kondisioner buat tanaman.

Keuntungan yang  didapat dengan menggunakan composting toilet yaitu hasil akhir dari pengomposan dapat dimanfaatkan untuk pupuk atau kondisioner tanah maupun tanaman, dapat mengurangi penggunaan air bersih. Dengan menggunakan sistem ini dapat menerima limbah yang berasal dari dapur, dapat mengurangi jumlah limbah yang akan dibuang ke lingkungan.

Pada prinsipnya, ada beberapa hal yang harus disiapkan untuk membuat composting toilet, yaitu lubang tinja dan kotak penampungan tinja, serbuk kayu, pipa aliran udara untuk sirkulasi udara, pintu akses untuk pemanenan kompos. Composting toilet dapat menggunakan model kloset jongkok maupun kloset duduk. Yang perlu disesuaikan, bagian lubang kloset yang terdiri dari 2 lubang dimana lubang yang besar  digunakan agar kotoran langsung masuk ke tampungan dibawahnya.  Dibagian bawahnya ditaruh kotak yang berfungsi untuk menampung tinja yang nantinya diberi media serbuk kayu, sekam ataupun jerami. Sedangkan lubang yang berukuran kecil digunakan untuk menyalurkan urine yang dihasilkan ditampung ke dalam jerigen yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair.

Jumlah serbuk diperhitungkan berdasarkan frekuensi pemakaian. Setiap orang yang habis melakukan buang air besar, maka wajib memberikan serbuk kayu pada composting toilet sebanyak 1 gayung. Serbuk kayu digunakan karena bahan ini mengandung selulosa. Bahan ini memiliki daya serap tinggi. Secara mikroskopis, serbuk kayu yang berpori-pori membuatnya mampu menangkap materi seperti oksigen (O2) dan air (H2O). Hasil studi menunjukkan serbuk kayu dapat menyimpan udara sebanyak 50 %, menyerap padatan hingga 10-15 %, dan menahan air 35-40%. Campuran serbuk kayu dan tinja tidak memerlukan bakteri tambahan sebagai pengurai. Bakteri alami yang ada sudah mampu mendegradasi kotoran. Selain menguraikan kotoran, serta menguapkan karbondioksida (CO2) dan H2O ke udara.

Dalam 1 bilik dapat dibangun 2 composting toilet, yang mana 1 composting toilet digunakan selama 3 bulan untuk penampungan tinja, setelah 3 bulan tempat penampungan tinja  penuh maka akan dilakukan proses pengomposan. Proses pengomposan tinja pada composting toilet dilakukan selama 3 bulan. Setelah 3 bulan, maka kompos dapat dilakukan pemanenan. Kompos yang berasal dari pemanenan composting toilet dapat digunakan sebagai kondisioner pada tanah, yang dapat memperbarui nutrisi tanah.

Selain tinja yang dapat dimanfaatkan sebagai kompos, urine juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pupuk cair. Urine yang ditampung selama 14 hari di dalam jerigen dipindahkan ke bak tampungan urine yang kemudian ditambahkan EM-4 serta glukosa. Setiap 3-4 hari dilakukan pengadukan. Proses fermentasi pupuk cair dapat dilakukan selama 14 hari. Setelah 14 hari, pupuk cair dapat dipanen. Baik kompos dan pupuk cair yang sudah dipanen dapat dijual untuk menambah pendapatan masyarakat. Dengan menggunakan teknologi yang sederhana maka dapat menciptakan suatu lingkungan yang bersih, higienis, serta sistem sanitasi lingkungan yang baik. Selain itu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Diah Restu Setyawati, Puspa Setyo Rini, Novie Putri Setianingrum, M. Isa Hutama (Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII Yogyakarta)



Post Date : 28 Januari 2011