|
Sejak tahun 2003, depo air minum isi ulang mulai muncul di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Para pengusaha depo tersebut menawarkan alternatif konsumsi air minum yang jauh lebih murah dibanding membeli air minum dari produk perusahaan air mineral. Untuk mengisi botol dengan volume 19 liter air minum isi ulang, pembeli hanya mengeluarkan kocek sekitar Rp 2.500-an. Jauh lebih murah dibanding yang dikeluarkan oleh pabrik resmi yang mencapai harga lebih dari Rp 9.000 per 19 liternya. Namun dari awal kemunculannya sampai awal tahun 2006 ini, ternyata depo yang beroperasi belum memiliki izin yang jelas. Seluruh depo air minum membuka kiosnya tanpa harus memiliki izin dari pihak manapun. Iwan, seorang pemilik depo air minum isi ulang di Jalan Persahabatan Raya, Rawamangun, Jakarta Timur, mengaku sudah pernah mengajukan permohonan izin ke Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Timur. ''Namun hanya diberikan formulir pendaftaran. Tapi tidak diberi formulir mengenai perizinan,'' papar dia. Untuk memiliki tanda terdaftar, ungkapnya, memakan waktu sekitar dua minggu lebih. Dan ketika ia menanyakan soal perizinan, Sudin Kesmas menjawab, itu bukan wewenangnya. Pengeluaran izin untuk isi ulang berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 651/MPP/Kep/10/2004 menjadi wewenang Sudin Perindag di wilayah kotamadya jika modal yang digunakan kurang dari Rp 200 juta. Dalam Kepmen tersebut juga diwajibkan bagi setiap pemilik depo air minum isi ulang untuk memiliki tanda daftar industri (TDI) dan tanda daftar usaha perdagangan (TDUP) yang dikeluarkan oleh Sudin Perindag sesuai ketentuan. Selain itu, setiap depo wajib surat jaminan pasok air baku dari PDAM atau perusahaan yang memiliki izin pengambilan air dari instansi berwenang. Serta wajib memberikan laporan hasil uji air minum di laboratorium pemeriksaan kualitas air. dr Netry Listriani, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja, Sudin Kesmas Jaktim, mengatakan kewenangan untuk memberikan izin bukan dari pihaknya. ''Kami hanya mengawassi dan melakukan pembinaan. Untuk izin operasi yang mengeluarkan Sudin Perindustrian dan Perdagangan,'' papar dia. Sudin Kesmas hanya mendata dan mengeluarkan sertifikat laik sehat depo air minum. Sertifikat itu nantinya yang digunakan untuk memperoleh izin operasi depo air minum. Namun pada kenyataannya, ungkap Netry, belum satupun pengusaha depo air minum yang mengajukan pembuatan sertifikat laik sehat. Tapi kenyataan di lapangan ratusan depo tersebut bisa beroperasi secara normal. Padahal adanya sertifikat laik sehat sangat penting. Karena menjamin kualitas air yang diperdagangkan. ''Karena air tersebut langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Bila tidak memenuhi syarat air laik konsumsi dapat membahayakan kesehatan,'' papar dia. Sertifikat laik sehat diketahui berlaku selama lima tahun. Dan harus diperbaharui jika habis masa berlakunya.Dengan setiap tiga bulan harus melakukan uji analisis coliform dan enam bulan sekali melakukan analisis kimia dan fisika lengkap. Pihaknya, kata Netry, baru membina sekitar 24 depo air minum isi ulang yang sudah terdata. Itu pun depo yang tidak memiliki izin berupa TDI maupun TDUP. Puluhan depo tersebut sudah melakukan pemeriksaan kualitas air ke Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL). Sedangkan ratusan lainnya tidak terpantau. Karena adanya keterbatasan petugas untuk memantaunya. Ia juga menambahkan, pada tahun 2005 sudah dilakukan sosialisasi terhadap perizinan. Dan rencananya pada tahun 2006 akan mulai diterapkan. Sehingga, pihaknya bisa memaklumi bila masih banyak yang belum memiliki TDI, TDUP, dan surat jaminan pasok air. Sukirno, kepala Sudin Perindag Jaktim, ketika ditanya mengaku belum tahu menahu mengenai proses pemberian izin terhadap depo air minum isi ulang. Sudin Perindag Jaktim belum pernah mengeluarkan izin pada pengusaha depo air minum isi ulang yang beroperasi di wilayah Jaktim. ''Saya belum pernah menerbitkan izin terhadap depo air minum isi ulang,'' tutur dia. Sungguh membingungkan proses perizinan usaha depo air minum isi ulang. Padahal, produk yang dijual sifatnya kebutuhan mendasar dan dikonsumsi banyak orang. Anehnya pengawasannya sendiri belum berjalan maksimal. Sehingga jaminan air laik minum untuk kesehatan publik juga tidak ada. Wajar bila warga harus hati-hati membeli air minum isi ulang. Pada awal pendataan, di wilayah Jaktim terdapat sekitar 241 depo air minum isi ulang yang tersebar di sepuluh kecamatan. Jumlah tersebut menyusut sekitar menjadi 221 di tahun 2004. Data Depo Air Minum Isi Ulang di JaktimJatinegara 23Matraman 12Duren Sawit 46Pulogadung 40Cakung 36Makasar 15Kramat Jati 21Pasar Rebo 18Ciracas 19Cipayung 11Sumber : Sudin Kesmas Jaktim, 2003(c38 ) Post Date : 16 Maret 2006 |