|
RIBUAN tahun, Sungai Mahakam mengalir membelah bumi di Kalimantan Timur. Mengalir lebih kurang sepanjang 980 kilometer dari hulu di Kecamatan Long Apari, Kabupaten Kutai Barat, di wilayah perbatasan dengan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, hingga bermuara dan membentuk Delta Mahakam, di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara. SUNGAI ini membentuk budaya masyarakat yang tinggal di sepanjang tepian alirannya, sekaligus menjadi tumpuan urat nadi kehidupan ekonomi dan sosial warga. Rumah berbentuk rakit, toko-toko terapung, perahu ces, speed boat, hingga kapal besar. Ketika kabut pagi masih menggantung di permukaan sungai, biasanya warga sudah mulai beraktivitas. Di Long Apari, misalnya, sebagian warga berangkat ke ladang atau mengantar anaknya ke sekolah dengan perahu long tail. Perahu ini menjadi andalan mobilitas, jadi semacam "sepeda motor" bagi warga di hulu sungai karena kelincahannya. Di bagian hulu Sungai Mahakam, warga masih bisa memancing ikan patin yang beratnya bisa mencapai 15 kilogram! "Ikan patin di sini besar- besar, tapi sekarang memang lebih sulit menangkapnya," kata Daniel (32), seorang warga Long Pahangai sambil menimbang beberapa ikan patin yang berhasil ditangkapnya. Bagi warga di Long Pahangai dan Long Apari, mereka begitu akrab dengan riam-riam berbahaya. Dengan perahu long boat yang terbuat dari kayu, mereka terbiasa mengarungi riam berbahaya tersebut. Setiap kali memasuki mulut riam, Mumin (29), motoris speed boat, selalu mengangkat tangan kanannya seolah menyampaikan salam atau meminta izin untuk lewat. Menurut dia, dengan berusaha "akrab" terhadap "penunggu riam", memberi keberanian untuk lewat dan menghilangkan keraguan di hatinya. Dari berbagai cerita penduduk, sudah tidak sedikit korban jiwa dan harta di riam-riam itu, terutama Riam Udang dan Riam Panjang. Namun, mereka tetap berusaha mengakrabinya. Tak hanya itu, sungai ini selama ribuan tahun melukis Bumi, meninggalkan guratan-guratan indah penampakan sebuah fenomena geologi. Salah satunya di bagian hilir Long Bagun, guratan keindahan yang dilukis Sungai Mahakam terlihat begitu memesona. Sebuah dinding batu tegak setinggi 50 meter dengan panjang mencapai sekitar dua kilometer. Sejumlah dinding tegak menjulang di tepi sungai itu, warga Suku Dayak zaman dahulu menyimpan mayat orang yang meninggal. Air putih yang mencurah dari puncak tebing meningkahi pemandangan di sepanjang perjalanan, air terjun itu cukup banyak di bagian riam. Sepanjang perjalanan kejutan-kejutan selalu diberikan oleh Sungai Mahakam. Tanah yang tergerus aliran sungai menciptakan penampakan geologis seperti lapisan batu yang tipis berlapis-lapis, seperti disusun dengan sengaja, begitu rapi. Batu-batu lancip di tengah sungai yang siap menerkam perahu yang dikemudikan motoris yang lengah. SAYANGNYA, harmoni antara alam dan manusia sudah mulai rusak akibat perilaku manusia serakah yang tidak peduli dengan keseimbangan alam. Di hulu, hutan di sekitar Sungai Mahakam terus dibabat. Ribuan kubik kayu mengapung di air sungai, atau ditumpuk di logpond-logpond yang bertebaran di kiri-kanan sungai. Di Kota Samarinda, limbah puluhan pabrik berpotensi mencemari Mahakam. Sementara di bagian muara, Delta Mahakam yang luasnya mencapai 150.000 hektar, salah satu delta terluas di dunia, hutan mangrovenya juga sudah rusak dirambah. Hutan mangrove yang menghijau dibabat dengan peralatan berat, berganti menjadi petak- petak tambak yang menghancurkan hutan mangrove. Sekitar 80 persen hutan mangrove di delta itu sudah hancur dibabat. Hancurnya delta mengakibatkan intrusi air laut yang mengancam penyediaan air bersih bagi warga Kota Samarinda. Di bagian hulu, ribuan meter kubik kayu itu tampak mengapung di Sungai Mahakam, atau berada di logpond-logpond yang banyak bertebaran di kiri- kanan sungai di bagian hulu. Pembabatan hutan itu dilakukan oleh perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH), hak pengusahaan hasil hutan (HPHH), dan izin usaha pengusahaan hasil hutan kayu (IUPHHK). Tidak aneh memang karena di bagian hulu Sungai Mahakam terdapat 40 perusahaan pemegang HPH dengan luas areal tebangan sekitar 30.000 hektar. Selain itu, terdapat pula puluhan ratusan perusahaan pemegang HPHH serta 13 perusahaan penambangan batu bara. Pemantauan Kompas di hulu Mahakam, kamp perusahaan kayu yang terletak paling hulu berada di kawasan Kampung Long Tuyo, Kecamatan Long Pahangai, Kutai Barat. "Kayu- kayu itu dihanyutkan begitu saja melewati riam," kata Mumin, motoris speed boat. Penebangan kayu ditandai dengan ramainya suara gergaji dari dalam hutan yang terletak di pinggir Sungai Mahakam. Kepala Dinas Kehutanan Kutai Barat Ari Yassir Philipus mengatakan, memang masih banyak perusahaan kayu yang beroperasi di hutan-hutan di Kutai Barat. Ia mengakui, penebangan hutan di Kutai Barat yang dilakukan oleh perusahaan, baik HPH, HPHH, maupun IUPHHK banyak yang menyimpang. Selain HPHH, Kabupaten Kutai Barat juga menerbitkan IUPHHK, semacam HPHH, tetapi dengan luas konsesi yang lebih besar mencapai ribuan hektar. Menurut Ari, di Kutai Barat ada belasan pemegang IUPHHK yang saat ini beroperasi. "Luas konsesi untuk IUPHHK di Kutai Barat mencapai 5.000 hektar hingga 15.000 hektar per perusahaan," katanya. Selain berakibat rusaknya kawasan hutan, pengelolaan hutan di Kutai Barat ini sarat konflik. Ari mengakui, konflik itu terjadi karena warga lebih berani untuk menuntut hak mereka. Contohnya, ratusan warga Kampung Lutan dan Mamahak Teboq, Kecamatan Long Hubung, beberapa waktu lalu berunjuk rasa dan menginap di halaman Kantor Bupati Kutai Barat setelah merasa HPH yang berada di sekitar kampung mereka merusak hutan. Banyak contoh rusaknya harmoni bumi-manusia, akan menjadi bencana, seperti bencana Bohorok di Sumatera Utara. Rusaknya harmoni alam-manusia di Sungai Mahakam tinggal menunggu waktu (Prasetyo Eko P) Post Date : 16 Januari 2004 |