Hapus Diskon Pajak Air Tanah

Sumber:Kompas - 01 April 2008
Kategori:Air Minum

Jakarta, Kompas - Pemberian keringanan atau diskon sebesar 80 persen terhadap tarif pajak air tanah bagi kalangan bisnis merupakan penyebab krusial terjadinya eksploitasi air tanah secara besar-besaran. Rencana kenaikan tarif air tanah dari sumur dalam akan sia-sia tanpa penghapusan diskon tersebut.

Berdasarkan penelitian Amrta Institute for Water Literacy dan Yayasan Tifa tahun 2006-2007 disimpulkan bahwa peraturan pendapatan dari sumber daya air tanah di Indonesia selama ini menjadi penyebab krusial terjadinya eksploitasi air tanah.

Pemberian diskon 80 persen bagi kalangan bisnis tersebut termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan itu bermaksud untuk mendorong investasi di Indonesia.

”Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menaikkan tarif air itu jelas akan sia-sia tanpa revisi peraturan pemerintah tersebut. Ini cermin buruknya sistem perpajakan dan tentu buruknya aturan perundangan yang sering enggak nyambung dengan itikad kebijakan pemerintahnya sendiri,” kata Nila Ardhianie, Direktur Amrta Institute for Water Literacy, Senin (31/3).

Saat ini tarif air bawah tanah bagi kalangan bisnis adalah Rp 3.500 per meter kubik. Dengan keringanan sebesar 80 persen tersebut, tarif riil yang berlaku menjadi hanya Rp 700 per meter kubik.

Pemprov berencana menaikkan tarif air tanah hingga mendekati tarif air PAM. Tarif air PAM untuk golongan IVB atau pelanggan besar dan gedung-gedung tinggi saat ini adalah Rp 12.550 per meter kubik.

Saat ini zona yang tergolong kritis hingga sangat kritis antara lain di Jakarta pusat, yaitu Cempaka Putih, Johar Baru, Senen, dan Tanah Abang. Adapun di Jakarta Barat meliputi Kembangan dan Kebon Jeruk. Di Jakarta Timur di antaranya, Duren Sawit, Makassar, Cipayung, Ciracas, dan Pasar Rebo. Sementara itu, daerah Jakarta Selatan meliputi Setiabudi, Kebayoran Lama, Tebet, Pasar Minggu, dan Jagakarsa.

”Superblock”

Maraknya pembangunan pusat perbelanjaan, apartemen mewah, hotel, hingga superblock kerap kali diikuti dengan maraknya keluhan warga sekitar soal air tanah yang semakin menyusut. Warga kerap terpaksa memperdalam sumur air tanah mereka. Warga kampung mengaku enggan beralih berlangganan air PAM, yang kerap tak terjamin ketersediaannya dan tarif yang selalu naik.

Keluhan disampaikan warga di Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan. Kartini (60), warga di Gang Sarkawi, RT 06 RW 03, mengeluhkan air sumurnya yang kian menyusut. ”Setelah diperdalam sampai 42 meter, air baru keluar. Sudah 20 tahun saya tinggal di sini baru kali ini (terjadi peristiwa seperti ini),” ujar dia.

Ketua RW 07 Sumedi Arifin mengatakan, sejak pembangunan sebuah proyek superblock yang berjarak sekitar 100 meter dari perkampungan itu warganya kerap mengadu bahwa air di sumur mereka kian menyusut. Sebelum proyek itu kedalaman sumur-sumur warga 25 hingga 30 meter. Kini mereka harus memperdalam sumur lebih dari 40 meter.

Penyedotan air tanah dari sumur dalam ataupun dangkal di perkotaan, seperti Jakarta, berdampak serius bagi kondisi kota. Berdasarkan penelitian Universitas Indonesia, tinggi permukaan tanah di kawasan Monas telah turun 66 sentimeter dibandingkan dengan kondisi pada 1984. Kondisi itu menyebabkan Jakarta semakin mudah tergenang air saat hujan.

Berdasarkan penelitian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2007, 70 persen air tanah di Jakarta telah tercemar bakteri E-coli.

”Kalangan bisnis juga kerap memanipulasi perizinan pengeboran sumur air tanah. Jumlahnya kerap melebihi izin. Bahkan sumur air dangkal juga ikut disedot,” kata Nila. (SF)



Post Date : 01 April 2008