|
Puluhan rumah warga di Jakarta Utara rusak atau hanyut dan ribuan rumah lainnya terendam banjir air laut pasang atau rob. Tak ada yang tersisa selain kesedihan mendalam warga saat air laut pasang datang merobohkan dan menghanyutkan rumah mereka. Senin, 26 November 2007, boleh jadi merupakan hari yang tak terlupakan bagi Daeng Rivai (40). Saat itu rumah yang ditinggali selama puluhan tahun bersama keluarganya lenyap diterjang luapan gelombang air laut atau rob. Bapak lima anak ini tidak menyangka air Teluk Jakarta yang dulunya tenang berubah menjadi gelombang ganas yang menghanyutkan rumah dan harta bendanya. Keluarga Daeng Rivai tinggal tepat di bantaran kali Muara Baru RT 20 RW 17 kompleks Gedong Pompa Air Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara beserta ratusan warga lainnya. Mereka sudah tinggal di sana selama puluhan tahun, bahkan ada yang lahir dan besar disitu. Daeng kebetulan tinggal di wilayah terdekat dengan sumber bencana. Saat Suara Publik datang ke rumahnya, Daeng Rivai tidak ada di tempat karena sedang melaut. Istri Daeng, Yurohadi, juga tidak ada karena sedang bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Brunei. Walhasil Suara Publik hanya bertemu dengan anak-anak Daeng Rivai yang kebetulan ada di rumah. Bapak sudah puluhan tahun tinggal di rumah itu. Sekarang rumah itu hanyut terbawa air laut hanya dalam hitungan menit, tutur Atry (17) anak tertua Daeng Rivai, siswi SMA 41 Pademangan Jakarta Utara. Atry ditemani empat adiknya yang bersekolah di SD dan SMP. Atry menuturkan, air laut pasang sudah mulai memasuki Kompleks Gedong Pompa Air, Muara Karang, Penjaringan pada Minggu, berlanjut pada hari berikutnya. Rumah tinggal Daeng Rivai adalah rumah panggung berukuran 4x8 meter terbuat dari kayu. Seperti banyak rumah panggung di kawasan itu, Daeng mulai membangun rumahnya pada awal 1980-an, hasil keringatnya bekerja sebagai nelayan. Beruntung Daeng masih punya rumah lain berlantai dua yang lebih permanen terletak di seberang rumah panggungnya yang roboh. Saat air laut mulai masuk ke perumahan warga pada Minggu malam (25/11), Daeng Rivai telah mengajak anak-anaknya mengungsi ke rumah aman. "Senin sekitar jam sembilan pagi, air laut mulai masuk ke rumah kami. Air laut itu datang sangat deras," ujar Atry. Keluarga Daeng pun pindah ke lantai dua untuk menyelamatkan diri. "Saat itu kami semua sudah mengungsi dan duduk di lantai dua melihat keadaan sekitar. Air datang semakin tinggi merendam jalanan. Beruntung kami sudah pindah meskipun masih banyak barang tertinggal disana. Tak lama kami melihat tiang listrik dekat rumah roboh menimpa rumah kami. Berikutnya kami lihat rumah kami pelan-pelan roboh dan mulai hanyut terbawa arus. Semua barang seperti pakaian, rak piring, lemari, juga baju-baju sekolah kami, terbawa arus. Yang tersisa hanya bangku plastik, kasur lipat, dan kompor," tutur Atry dengan mimik sedih. Keluarga Daeng Rivai hanya bisa pasrah melihat rumah mereka roboh dan terbawa arus gelombang pasang. Saat itu kami tidak bisa lagi ngapa-ngapain kecuali pasrah karena kondisi air sudah tinggi dan susah buat menyebrang, kata Atry. Memasuki minggu ke dua, keluarga Daeng Rivai masih hidup dengan barang-barang yang tersisa. Untuk keperluan sehari-hari mereka mendapatkan bantuan seadanya dari kelurahan dan kerabat terdekat. Saat ditanya apa yang diinginkan setelah banjir yang menghanyutkan rumah mereka, Atry menjawab, "Kami berharap pemerintah segera memperbaiki tanggul yang jebol. Agar warga disini tidak lagi terendam air pasang." Menurut Dulkadi, pengurus RW 017 RT 01 Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara yang ditemui Suara Publik di Posko Banjir Muara Karang, dari 44 RT di Kelurahan Penjaringan, 10 RT yang terendam rob semuanya berada di kampung Muara Baru. Banjir air laut pasang itu datang dari berbagai titik, tersebar di belasan RT diantaranya RT 07, 15 sampai 20 yang dihuni sekitar 3000 keluarga dengan jumlah rumah terendam sekitar 4000 unit. "Daerah yang paling parah dilanda banjir air pasang yaitu RT 07, 16, 18 dan 19. Ketinggian air di kawasan itu mencapai 120 cm. Sementara kawasan lain yang tergenang hanya 70 sampai 80 sentimeter," tutur Dulkadi kepada Marwan Azis dari Suara Publik. Di RT 20 tercatat lima rumah warga roboh dan hanyut dibawa gelombang pasang. Salah satunya rumah milik Daeng Rivai.Musibah rumah hanyut juga dialami Masyaudin Daeng Rowa, tetangga terdekat Daeng Rivai. Daeng Rowa tidak mengira air Teluk Jakarta akan datang dan merobohkan rumahnya. Saya tidak menyangka karena tahun-tahun sebelumnya tidak ada banjir laut pasang seperti ini, ujarnya kepada Suara Publik. Waktu itu saya sedang berusaha mengeluarkan barang-barang, tapi air sudah menyerbu rumah saya. Arus air makin besar kayak tabrak-tabrakan, tahu-tahu rumah saya sudah roboh,tutur kuli angkut di pelabuhan Sunda Kelapa ini. Besarnya gelombang air laut membuat rumah dan seluruh perabotan milik Daeng Rowa ludes tersapu air. Kini rumah panggung yang sudah belasan tahun ditinggali bersama istri dan dua anaknya, tinggal puing-puing. Sejak rumahnya hanyut Daeng Rowa sekeluarga menumpang tinggal di rumah kerabatnya, Haji Daeng Bali. Sejauh ini pemerintah hanya memberikan bantuan sembako. Saat ditanya kapan akan membangun lagi rumahnya, Daeng Rowa menjawab Saya masih was-was membangun rumah kembali. Saya dengar rumah-rumah yang ada di bantaran kali ini mau digusur. Tapi kalau digusur mau pindah kemana? Saya makin bingung karena kalau pindah pasti butuh banyak dana, keluhnya. Banjir air pasang di Jakarta Utara kali ini bukan saja telah melumpuhkan aktifitas warga, tapi juga memunculkan berbagai penyakit seperti demam berdarah (DBD), diare, gatal-gatal dan sesak nafas. Belum lagi, warga Penjaringan dihantui perasaan was-was saat bekerja, karena menurut perkiraan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) air pasang masih akan datang. Data di Posko Banjir Muara Karang menyebutkan, banjir rob yang datang sejak Oktober 2007 itu telah merobohkan dan menghanyutkan 16 rumah di RT 19 dan 20 Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara. Sebenarnya air pasang sudah terjadi sejak 6 bulan lalu dan datang hampir tiap tahun. Tapi air pasang biasanya tidak setinggi ini. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada bulan-bulan mendatang, tutur Dulkadi. Inilah saatnya pemerintah DKI bertindak dan memperhatikan aspirasi warga (MAZ/EM). Post Date : 31 Desember 2007 |