Jakarta, Kompas - Hampir tiga bulan lamanya aliran air bersih untuk ribuan warga di permukiman RW 01, 02, 04, 05, dan RW 08, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, mati. Akibatnya, warga Ancol harus mengeluarkan dana ekstra yang cukup besar untuk mendapatkan air bersih.
”Kami sudah berusaha ke Kantor PT Palyja di Pejompongan. Akan tetapi, hingga kini belum ada hasilnya. Mereka hanya berjanji akan segera memperbaiki kerusakan,” kata Sukirno, anggota Dewan Kelurahan Ancol, Jumat (12/11).
Menurut Sukirno, aliran air di RW 01, 02, dan RW 08 sudah mati total sejak tiga bulan lalu, sedangkan di RW 04 dan RW 05 baru beberapa minggu terakhir. Sebelumnya, kondisi di RW 04 dan RW 05 berulang kali air masih mengalir walaupun hanya malam hari dan debitnya kecil sekali.
Menurut Rasni (40), warga RW 08, dia terpaksa harus mengeluarkan uang lebih banyak karena membeli air pikulan. ”Setiap hari saya beli lima pikul air, padahal satu pikulnya Rp 5.000,” katanya.
Sementara itu, Meyritha Maryanie dari Humas PT Palyja mengakui, sejak sekitar dua bulan lalu PT Palyja kekurangan air bersih. ”Ini bukan masalah kurangnya pasokan air baku, tetapi kebutuhan air bersih meningkat cukup tinggi, sementara kami juga kehilangan air,” ujarnya.
Menurut Meyritha, sejak dua bulan lalu di daerah Ancol tingkat kebocoran air cukup tinggi. ”Kebocorannya mencapai 74 persen. Kami masih mencari di mana kebocoran itu terjadi,” katanya.
Meningkatnya konsumsi air bersih terjadi karena saat ini sudah banyak pelanggan air tanah beralih ke pelanggan air perpipaan. ”Ada peningkatan konsumsi sebesar 300.000 meter kubik per bulan dari peralihan pelanggan ini,” ujar Meyritha.
Menurut catatan Palyja, jumlah penggunaan air tanah 500.000 meter kubik per bulan. Sementara Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta mencatat, penggunaan air tanah 1 juta meter kubik per bulan. ”Jika patokannya adalah 500.000 meter kubik, peningkatan peralihan penggunaan air ini cukup besar. Namun, kalau dilihat dari catatan BPLHD Jakarta, ya, kami masih harus melakukan kampanye,” kata Meyritha.
Mengenai kecil atau berhentinya aliran air bersih ke Ancol, Meyritha menduga ada kebocoran pipa primer atau pipa sekunder di jalan-jalan yang tertutup beton. Dari laporan warga, sebelum air benar-benar mati, kualitas air sangat buruk, yakni kotor dan berbau. Ciri-ciri ini menandakan adanya kebocoran.
”Betonisasi jalan-jalan di Ibu Kota sering kali membuat pipa kami pecah. Nah, kalau sudah begitu, kami kesulitan memeriksanya karena beton itu harus dibongkar. Izinnya juga sangat berbelit,” kata Meyritha.
Jalan-jalan yang dilewati pipa PAM dan dibeton, antara lain, di Jalan Mangga Dua Raya, Kampung Bandan, Jalan RE Martadinata, dan Jalan Lodan. ”Semua pipa di bawah jalan-jalan itu adalah pipa primer kami,” ujarnya.
Untuk mengatasi matinya air tersebut, sebenarnya Palyja menawarkan untuk mengirimkan mobil tangki ke kelima RW tersebut. Namun, hanya RW 08 yang mau menerima mobil tangki. Setiap hari ada enam mobil tangki yang dikirim ke RW 08 untuk 12 RT. Setiap mobil itu berkapasitas 4-5 meter kubik air bersih.
Sementara RW 01, 02, 04 dan RW 05 tidak bersedia menerima mobil tangki dengan alasan takut terjadi ketidakadilan. ”Mobil tangki tidak menyelesaikan masalah, justru bisa menimbulkan masalah baru. Warga yang tidak dapat akan iri, atau nanti malah rebutan air,” kata Sukirno.
Saat wakil warga Ancol yang terdiri atas ketua RT, ketua RW, dan dewan kelurahan mendatangi Kantor Palyja di Pejompongan, Kamis (11/11), Palyja menjanjikan air akan diusahakan mengalir pada Jumat (12/11) malam. Warga menerima janji Palyja itu. Namun, jika ternyata Jumat malam air tidak mengalir, mereka akan mengadu ke DPRD dan Gubernur DKI Jakarta.
”Tim teknis kami terus mencari kebocoran itu dan berusaha memperbaikinya. Kami juga akan mengatur aliran dari pelanggan lain ke mereka secara bergantian. Mau tidak mau harus ada yang berkorban,” kata Meyritha. (ARN)
Post Date : 13 November 2010
|