Hak Pelanggan Disembunyikan

Sumber:Kompas - 27 November 2007
Kategori:Air Minum
Jakarta, Kompas - Thames PAM Jaya, operator PAM Jaya, diminta memberikan kompensasi bagi warga Jakarta Utara yang tidak mendapat pasokan air bersih, sesuai dengan hak pelanggan yang selama ini tidak disosialisasikan. Kurangnya air bersih di Jakarta mengakibatkan banyak warga terjangkit diare.

Buruknya pelayanan kedua operator tersebut mendorong Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BR PAM) berencana merombak perjanjian kerja sama antara para operator dan PAM Jaya (Pemerintah Provinsi DKI).

Anggota BR PAM, Riant Nugroho, mengatakan, sebenarnya ada mekanisme kompensasi bagi pelanggan di lampiran 15 perjanjian kerja sama antara operator dan Pemprov DKI, tetapi tidak pernah disosialisasikan kepada pelanggan. Dalam lampiran itu, setiap pelanggan berhak mendapat Rp 50.000 jika layanan air bersih di rumahnya mati lebih dari satu hari.

"BR PAM sudah meminta hak- hak pelanggan dipublikasikan selama enam tahun terakhir, tetapi para operator selalu menolak. Tanpa publikasi di media massa, warga Jakarta tidak akan tahu hak-hak mereka jika terjadi penghentian aliran air," kata Riant.

Ketua BR PAM Achmad Lanti mengatakan, jika masyarakat mengetahui hak-hak sebagai pelanggan, mereka dapat mengajukan gugatan class action untuk meminta kompensasi itu.

Namun, Direktur PT PAM Jaya Haryadi Priyo Utomo menyatakan tidak ada kompensasi berupa apa pun kepada warga, termasuk diskon. Selama seminggu Thames PAM Jaya (TPJ) sudah mengirimkan 170 tangki air bersih kepada warga di 46 lokasi secara gratis, sebagai kompensasi berhentinya pasokan air.

"Ini bencana. Panel listrik TPJ di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Buaran tiba-tiba terbakar. Namun, kami sudah bertanggung jawab dengan memberikan air bersih secara gratis di 46 titik di Jakarta Utara," kata Haryadi.

Saat ini, IPA Buaran telah bekerja normal dengan kapasitas produksi mencapai 104 persen, yakni sekitar 9.000 liter per detik. Mengenai kualitas air yang keluar masih keruh dan berbau, Haryadi mengatakan, hal itu terjadi karena adanya endapan dan kualitas pipa yang sudah tua terbawa air gelontoran.

Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, Senin (26/11), berhentinya aliran air bersih selama seminggu telah menyebabkan berbagai kesulitan bagi warga. Sebagai pelanggan, warga Jakarta Utara berhak mendapat kompensasi yang cukup setara dengan kesulitan yang mereka alami.

Rombak perjanjian

Kinerja kedua operator PAM yang terus buruk dan kerja sama yang dinilai tidak adil membuat BR PAM mendukung langkah Pemprov DKI untuk mengamandemen perjanjian itu. Beberapa elemen dasar dari perjanjian akan diubah, termasuk pengaitan sistem tarif dan imbalan air (water charge) dengan kinerja.

Menurut Lanti, dari semua target teknis, kedua operator hanya memenuhi target produksi air. Sementara target tingkat kebocoran, rasio cakupan pelayanan, dan volume air ditagih tidak tercapai. Target kualitas, tekanan air, gangguan rutin, dan jaringan distribusi baru juga tidak tercapai.

"Tingkat kebocoran TPJ masih mencapai 52 persen dari target 40 persen. Sedangkan Palyja masih mencapai 47 persen dari target 39 persen. Jika kebocoran tidak dapat ditekan, semua usaha meningkatkan pelayanan bakal sia-sia," lanjutnya.

Saat ini, kata Lanti, tarif air di Jakarta mencapai Rp 7.025 per meter persegi atau tertinggi di Indonesia. Dengan harga air semahal itu, kedua operator PAM harus memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan.

Opsi amandemen dipilih karena jika kedua operator hengkang atas keinginan Pemprov, Pemprov harus membayar Rp 536 miliar. Jika hengkang atas keinginan sendiri, Pemprov harus membayar Rp 2,54 triliun, dan opsi membeli kembali, Pemprov harus membayar Rp 4,54 triliun.

Amandemen itu didukung Nila Ardhianie dari Amrta Institute for Water Literacy. Jika perlu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo diminta untuk bertindak tegas atas kinerja buruk TPJ yang berdampak pada membeludaknya pasien diare. (ECA/SF/ARN/NEL/A05)



Post Date : 27 November 2007