Hari kemenangan Idul Fitri yang baru saja lepas dirayakan membawa kegembiraan di berbagai penjuru negeri, tak terkecuali Yogyakarta. Hari di mana diri kembali ke titik kesucian hakiki di tengah kehangatan silaturahmi keluarga dan kerabat.
Di saat bersamaan, "kesucian" dalam bentuk lain justru dengan keras diperjuangkan. Kesucian berwujud kebersihan ruang kota dan pemukiman dari permasalahan sampah yang menumpuk.
Sudah menjadi kelumrahan bahwa pada setiap Lebaran, tingkat konsumsi masyarakat meningkat. Peningkatan konsumsi itu berkonsekuensi pada meningkatnya volume buangan sampah.
"Setiap Lebaran sampah memang meningkat, kebanyakan jenis plastik seperti bungkus makanan. Kalau hari biasa, hanya daun- daunan," kata koordinator penyapu jalan Sektor Krasak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta Mardiyono, Rabu (15/9).
Selama Lebaran ini, Mardiyono mengatakan, sektornya yang membawahi sekitar 24 ruas jalan di wilayah Kota Baru, Terban, Sagan, dan Lempuyangan itu harus bekerja ekstra keras. Sebanyak 20 petugas yang dimilikinya tidak libur untuk bekerja pukul 05.00-13.00. Total petugas kebersihan BLH Yogyakarta mencapai 380 orang.
"Bahkan, pada dua hari pertama Lebaran ditambah tiga orang yang piket khusus hingga sore untuk mengantisipasi masih adanya sampah di jalan-jalan," kata Mardiyono. Sebagian anak buahnya juga harus diperbantukan untuk penyapuan di sekitar Terminal Giwangan yang volume sampahnya meningkat karena melonjaknya volume penumpang dalam rangka mudik Lebaran.
Jika kondisi kebersihan jalan-jalan relatif terjaga, tak demikian dengan di berbagai pemukiman penduduk. Banyak terlihat penumpukan di bak-bak sampah warga selama Lebaran karena tak terangkut.
13 persen
Kepala Bidang Kebersihan BLH Yogyakarta Benny Nurhantoro mengatakan, volume sampah Kota Yogyakarta sejak H-7 hingga H+3 Lebaran kemarin, rata-rata meningkat 13 persen dari volume hari biasa yang mencapai 714 meter kubik. "Persentase terbesar berasal dari sampah rumah tangga yang mencapai 600 meter kubik per hari," kata Benny.
Peningkatan volume sampah itu menjadi masalah karena sebagian besar petugas kebersihan swadaya di pemukiman-pemukiman penduduk masih libur. "Banyak sampah di pemukiman yang tak terangkut sejak hari pertama Lebaran sampai hari ketiga," kata Benny.
Petugas kebersihan swadaya yang biasa disebut penggerobak itu bertugas mengangkut sampah dari rumah-rumah ke tempat pembuangan sementara (TPS) dengan menarik iuran dari warga. "Para penggerobak itu tak berada di bawah kewenangan BLH karena bukan pegawai, kami hanya mengangkut sampah dari TPS ke tempat pembuangan akhir di Piyungan," kata Benny.
Sampah yang terakumulasi selama beberapa hari itu akhirnya menimbulkan masalah di TPS karena membengkaknya volume buangan saat para penggerobak mulai kembali bekerja. Hal itu membuat beban sampah yang harus diangkut truk dari TPS ke TPA menjadi berganda sehingga membutuhkan waktu lebih lama.
"Namun, sampai hari ini (kemarin) penumpukan secara bertahap teratasi. Hanya tinggal di beberapa titik yang masih menumpuk, seperti di TPS Purawisata dan Bugisan," kata Benny.
Pengolahan
Di masa datang, persoalan lonjakan sampah akan coba diatasi BLH dengan mekanisme pengolahan. Sampah-sampah yang dipisahkan berdasarkan jenisnya bisa diolah menjadi berbagai bahan bernilai jual, seperti plastik dan kertas.
Saat ini, Pemkot tengah membangun satu unit instalasi pengolahan sampah terpadu yang sanggup memproses 150 meter kubik sampah plastik per hari. Jumlah itu sudah bisa mengurangi 21 persen dari volume sampah harian Yogyakarta.
"Rumah tangga juga akan didorong untuk mengolah sampah, paling tidak memilah-milah sampah berdasarkan jenisnya sebelum dibuang agar bisa diolah lagi," kata Benny. (ENG)
Post Date : 16 September 2010
|